Mohon tunggu...
Laura Ariestiyanty
Laura Ariestiyanty Mohon Tunggu... profesional -

Writer, Content Editor\r\n(www.laurakhalida.com\r\n@laurakhalida)\r\ndan Media Relations www.irmarahayu.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Perjalanan Panjang Mengurus e-Paspor

16 Juli 2014   06:28 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:12 3654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi/Kompasiana (http://female.kompas.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi/Kompasiana (http://female.kompas.com)"][/caption]

Kan ceritanya masa berlaku paspor lama saya tinggal 9 bulan lagi (April 2015) sebenarnya masih bisa dipakai pelesiran ke luar negeri(LN), namun karena Oktober dan November Insya Allah saya mau ke LN dan harus mengurus visa di kedutaan masing-masing negara, saya pikir baiknya mengurus paspor baru.

Biasanya saya mengurus paspor di Imigrasi Bogor karena lebih sepi. Tahun 2005 dan 2010 saya mengurus di Bogor ketimbang di Depok yang katanya riweh.

Nah, berbekal pengalaman itu bersiaplah saya ke Bogor pada Senin (14/7) lalu. Mengingat pengalaman sebelumnya, saya pun santai. Habis Shubuh masih bobok lagi dan bangun jam 7.30. Siap-siap, lalu berangkat pakai motor. Dari Simpangan Depok mudah saja rutenya. Lurus saja Jl Raya Bogor hingga masuk kawasan Bogor dan menemukan Plaza Jambu dua, belok kanan dan carilah imigrasi.

Cuaca panas namun berangin, jadi saya nggak keringatan. Namun beberapa kali memang ada kejadian mengesalkan di sepanjang jalan... benar-benar menguji orang puasa. Tiba di Imigrasi sudah jam 9 lewat. Ternyata... sistemnya sudah beda. Ada no antrian dan saya nggak kebagian. Kan... lagi-lagi ujian orang puasa.

"Jam 6 pagi aja mba antrinya." Kata security yang bagi no antrian. waksss.... mending besok saya antri di Imigrasi Depok deh, kalau sistemnya sudah sama. Pulang dari Bogor saya putuskan survey lokasi Imigrasi Depok di kawasan Grand Depok City. Sekalian tanya-tanya biaya dan sebagainya. Ternyata mudah saja menemukannya dan di sana lagi-lagi ujian menerpa. Meski saya masih dapat no antrian, padahal sudah jam 11 lewat. Wah GR dulu awalnya nih. Namun... inilah ujian yang bikin kedut-kedut puasa saya...

Pertama: mbak yang terima berkas saya menolak memproses karena masa berlaku paspor saya masih 9 bulan. Saya jelaskan posisi saya tentang rencana bulan Oktober dan November.

"Iya tapi ini ga bisa mba... masih 9 bulan. Saya paling cuma bisa kasih no antrian nanti sampai loket diperiksa lagi." Katanya.

"Ga apa mba... nanti saya jelaskan di loket." Saya jawab.

"Pasti ditolak mba. Sayang kan waktunya." Mbak itu merespon. Tak mau lanjut argumen, saya langsung bertanya pada petugas loket yang lagi nganggur. Saya jelaskan posisi saya dan dia bilang paspor bisa diganti baru.

Baliklah saya ke mbak tadi. Si mbak menurut meski wajahnya kesal. Sementara saya memaksa memasang senyum. Cuma... perlu bolak balik ke koperasi untuk beli materai dan copy paspor dan KTP lagi yang nggak boleh dipotong kertas copyannya. Harus ukuran A4. Sementara berkas yang saya siapkan copy KTP dan paspor kan dipotong sesuai ukuran mereka.

Kedua: begitu nomor saya dipanggil berkas diperiksa... petugas bilang nggak bisa ganti paspor. Hiks... saya jelaskan lagi kondisi saya.

"Gini aja mbak... minta surat keterangan dari negara yang mengundang mbak bahwa untuk mengurus visa di kedutaan diperlukan masa berlalu paspor setahun lebih. Ini buat keterangan di sistem kami aja. Jadi paspor mbak bisa diganti baru."

Hmm.. berarti saya harus mengimel dan meminta surat keterangan dari sana. Baiklah... meski bete saya pun berusaha mengikuti proses. Dan petugas yang menjelaskan juga amat bersahabat bahkan terkesan ingin membantu. Saat saya mau berpaling, tiba-tiba saya dipanggil. "Eh mbak... gini aja ubah skalian ke epaspor... tapi ga bisa di sini... cuma bisa di jakarta barat, selatan, timur..."

"Selatannya di mana?" Tanya saya.

"Warung buncit. Cepet kok mba malah bisa langsung foto."

"Ga perlu surat dari negara itu kan?" Saya memastikan.

"Ngga perlu mbak."

"Makasih ya."

Saya pun pulang dan ketawa sendirian di motor. Emang saya nih perlu dipaksa ya wkwkwk. Ingat-ingat memang pernah ada keinginan ganti epaspor namun males kalau harus ke Imigrasi Jakbar. Ternyata dengan kendala-kendala ini malah mengembalikan ke niat awal: buat epaspor! Dan Alhamdulillah sudah bisa di Warung Buncit.

Mengingat macetnya daerah sana di pagi hari. Jam 6 pagi saya sudah berangkat. Niat awal sih jam 5.30 mau berangkat namun gegara mules ketunda wkwkwk.

Macet? Jangan ditanya. Dari Lenteng Agung sudah tersendat. Saya terus berdoa agar paling nggak tiba di imigrasi jam 7.30 dan masih kebagian no antrian. Alhamdulillah... sekitar jam itu saya tiba dan nggak begitu ramai. Mungkin karena bulan puasa. Entahlah. Konon dalam sehari hanya dibagi hingga 200 no antrian.

Barisan antrian digiring ke lantai 2 untuk antri no. Sebelumnya ada petugas yang memeriksa berkas asli (KTP, KK, akta kelahiran, ijazah terakhir dan paspor lama) kemudian ditanya, "online atau manual mba?" Maksudnya apa saya sudah daftar online atau belum (manual) karena ini membedakan jenis nomor antrian/formulir. Saya sebelumnya ingin coba online. Namun karena belum scan berkas-berkas yang harus diunggah pas daftar, saya putuskan manual.

Setelah dapat no antrian dan formulir, saya mengisinya (harus pakai bolpen warna hitam) dan menunggu dipanggil. Jam 8 pagi mulai proses pemanggilan no antrian. Saya no 2.0-15 di konter 4. Deg-deg an takut ditolak lagi. Ternyata cuma ditanya mau ke mana. Kemudian saya menegaskan mau epaspor. Lalu saya pun menunggu panggilan foto. Saat foto sekaligus scan cap jempol kanan doang, sementara data-data paspor lama nongol di komputer, jadi mereka tinggal sesuaikan.

"Mau bayar pakai apa?" Tanya petugas.

"Cash?" Tanya saya.

Dia mengangguk, "berarti via BNI ya. E paspor ya..."

"BNI di mana Pak?"

"Sebrang,"

"Abis bayar gimana? Tanya saya lagi.

"Bisa langsung pulang. Nanti pas mau ambil paspor baru kasih bukti bayar."

Tak lama kemudian keluar print form pembayaran untuk disetorkan ke BNI. Wah praktis juga nih. Senin paspor saya bisa diambil antara jam 13-15. Ohya biaya epaspor Rp. 655.000, via BNI ada biaya admin Rp. 5.000 jadi total Rp. 660.000. Kalau paspor biasa sepertinya beda-beda tiap imigrasi. Di Depok Rp. 360.000 di Warung Buncit kalau nggak salah Rp. 355.000

Berhubung BNI lokasinya di sebrang jalan, pas sama jalur kepulangan saya. Maka saya pun mengambil motor dan kemudian memutar arah, mampir BNI sebentar untuk bayar. Nggak antri pula karena BNInya kecil. Habis bayar... beres. Cepet ya... paling jam 10  pagi tuh kelar tadi. Selanjutnya saya bisa urus yang lain seperti servis rutin motor dan sebagainya. Jam 13.30an saya sudah sampai rumah.

Sekali lagi pas mengingat perjalanan panjang saya untuk membuat epaspor alias elektronik paspor emang bikin ketawa. Mau bikin e-paspor saja sampai menyambangi 3 kantor imigrasi wkwkwk. Tapi pelajarannya ialah kendala-kendala di dua kantor imigrasi sebelumnya sekali lagi malah mengembalikan ke niat awal untuk punya epaspor. Jadi saya nggak menyesali ngapaiin yak jauh-jauh gue udah ke Bogor lagi wkwkw.

Apa sih keuntungan epaspor? Pertama: ke Jepang bebas visa bow... kedua: di bandara pemegang epaspor bisa melalui autogate saat pemeriksaan, jadi menghemat waktu ketimbang antri lama di imigrasi. Data akan langsung tersinkron.

Semoga informasi ini bermanfaat bagi yang mau buat epaspor juga. Simpel kok, asal mau berkorban berangkat pagi-pagi saja mengingat kemacetan Jakarta. Oh ya belum semua kantor imigrasi ya bisa melayani ini. Seingat saya imigrasi yang sudah bisa tuh:

Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Soekarno-Hatta, Imigrasi Surabaya, Imigrasi Batam... dan... silahkan cek di www.imigrasi.go.id selengkapnya.

Ah... akhirnya punya e-paspor juga. Horeee...

[caption id="attachment_348042" align="alignnone" width="373" caption="Inilah bentuk epaspor, ada chip di sampul depan"]

14054841262015180484
14054841262015180484
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun