Mohon tunggu...
Laura Iyos Armstrong
Laura Iyos Armstrong Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Music, Rock, Write and Love

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Biang Keladi #1

24 Maret 2011   07:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:29 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13009346221859225021

Biang Keladi. Beberapa tahun lalu saya punya seorang teman bermusik bareng. Beda usia kami cukup jauh dan hidupnya cukup kompleks dari yang waktu itu menurut saya tidak sepantasnya. Berbagai masalah timbul karena ulahnya sendiri. Berbagai masalah yang pada akhirnya dia sesali.

Saat itu saya memasuki fase paling egois dalam hidup, dalam bermusik, dan juga dalam berteman. Saya cukup egois untuk melakukan segalanya di luar. Hal ini saya lakukan karena saya tidak pernah bisa egois di rumah. Di rumah semuanya sudah cukup egois. Maka di luar rumah menjadi tempat di mana saya bebas melakukan apa saja termasuk bertanggungjawab karenanya.

Tanggung Jawab. Satu sikap yang saya pegang sejak dulu. Tanggung jawab juga yang pada akhirnya menjadikan hubungan kami berdua memburuk. Ketika mulai membuat lagu ini saya berada dalam perasaan kesal dan egois. Di satu sisi saya mempertanyakan komitmennya, namun di sisi lain saya seperti diingatkan, “patience is bitter, but its fruit is sweet” oleh Rousseau. Maka kemudian saya merangkulnya.

Namun ketika itu tampaknya saya kurang pandai merangkul. Kadang tangan saya malah terlalu kuat menarik pundaknya karena saya selalu ingin berlari sedangkan dia terlalu santai. Saya terlalu ingin berlari lebih cepat dari kanan dan kiri, tapi kaki-kaki ini bergerak lambat, “mungkinkah saya yang harus berlari di waktu yang tepat?” Saya tidak pernah menanyakan itu, padahal saya kira itu penting.

Pada suatu sesi rekamannya, dia tidak datang. Hari itu juga dia mengundurkan diri. Tampaknya dia memahami kalau saya tak bisa memaafkannya dan saya merasa anak-anak lain paham apa yang saya pikirkan. Saat itu juga kami bicara. Lagi-lagi saya, lelaki yang pandai mempengaruhi, memberikan pengertian menurut kacamata diri sendiri, maka mungkin saya lagi, yang waktu itu memegang peranan penting bagi kami untuk tak menahannya pergi.

Waktu berlalu hingga kemudian saya bertemu Ipet. Pemuda 19 tahun dengan semangat meletup-letup, lama di jalan, nakal, dan baik seperti suaranya. Ya, dia nakal, liar, tetapi dia bukan orang jahat. Ketika masa demi masa berjalan, ketika harapan dan kaki-kaki ini berjalan lebih kuat, saya belajar banyak mengenai pentingnya untuk memahami. Ipet secara tidak sadar mengajari saya bahwa tiada perlu saya berlari. Dalam beberapa sesi awal dengannya saya terlihat hampir menyerah, tapi dia pribadi yang tidak pernah menyerah! Dia terus memegang tangan saya walau saya berlari dan dia terseret. Dia membuat saya merasakan kalau saya tarik tangannya, dia menggenggam tangan saya lebih erat. Hal-hal ini membuat saya sadar, “untuk apa saya menyia-nyiakan kepercayaan dan usaha keras pemuda berbakat ini?”

Kemarin malam saya merenung. Sejauh apa kami telah melangkah, segala sesuatu yang istilah Morning Blue, “terasa benar”, banyak terjadi di sini. Siapa yang bertahan, siapa yang benar-benar memegang teguh mimpi dan berusaha mewujudkannya dengan kekerasan hati, siapa pula yang berjalan pergi dan menjadi sesuatu yang memang lebih pantas untuknya. Seleksi alam terjadi.

Di satu sisi saya tidak selalu bisa membenarkan sikap egois dan keras kepala saya. Intuisi memang berjalan sendiri, tapi dia selalu berhadapan dengan banyak sudut pandang saat pribadi saling bekerjasama. Waktu dan pengalaman memberikan saya pelajaran berharga untuk bisa memahami lebih dalam orang lain. Mengajarkan saya untuk lebih tenang melihat keterlambatan. Menenangkan saya dengan janji Tuhan bahwa seleksi alam pasti terjadi dan saya tidak perlu memaksa apapun terjadi sekarang ataupun nanti. Bahwa “you are what you choose”, “apa yang kau tabur itulah yang kautuai”, adalah hal yang benar.

Krosboi, 2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun