[caption caption="Sumber foto: Dokpri"][/caption]Beberapa hari yang lalu, untuk yang kesekian kalinya admin ngapus artikel saya. Sedih deh. Setelah sebelumnya tulisan saya juga raib tak tentu rimbanya. Heran, hobi amat sih ngapus artikel orang? Mbok ya hobi tuh mancing, bagus untuk melatih kesabaran. Atau mengkoleksi barang antik. Ini hoby kok malah ngapusin artikel orang? Cape deh...
Padahal artikel saya “Kini Si Anak Menteri Itu Telah Pergi (Menteri Susi di Mata Almarhum Anaknya)” yang saya posting jam 01.30 dini hari itu, jam 08.00 sudah mencapai hit sekitar 1400-an. Masuk NT, Terpopuler dan Trend di Google. Kereen kan saya? Eh, sorenya hilang. Menurut admin dalam inboxnya, artikel saya itu melebihi porsi kutipan.
Perlu saya jelaskan di sini, dalam artikel itu saya berupaya menyampaikan seaslinya mungkin ungkapan kata Almarhum Panji Hilmansyah untuk ibunya, Menteri Susi Pudjiastuti, yang saya kutip dari buku “Untold Story Susi Pudjiastuti : Dari Laut Ke Udara, Kembali Ke Laut” dan dari beberapa media. Jadi saya gak kurangin gak lebihin. Gak seperti nyampein gosip pasti dilebihin, giliran nyampein duit aja... dikurangin. Hehe...
Tapi ya sudah lah, admin pasti punya pertimbangan tersendiri dan kita harus hargai itu. Oleh karenanya, saya menanggapi raibnya tulisan saya itu dengan hati yang bahagia dan riang gembira layaknya tagline Om Ninoy Karundeng. Saya juga menanggapinya dengan penuh kehangatan, seperti yang diajarkan Pak Axtea 99 dengan salam hangatnya. Atau, ciuman hangat ala Fahri Hamzah, muaach..
Toh, dengan menulis di Kompasiana ini, saya banyak menerima berbagai kejadian positif yang mengejutkan dalam hidup saya. Seperti sewaktu saya menulis “Menhan: Jika Indonesia Berperang, Paling Hanya Bertahan 3 Hari” dan “Malam Jahanam di Lapas Cebongan, Coreng Hitam Wajah TNI Kita” saya diundang oleh seorang perwira tinggi TNI untuk menyaksikan HUT TNI ke-70 dari atas KRI Banda Aceh. Hehe.. Keren kan saya?
Juga sewaktu menulis “Anak Presiden kok Jualan Martabak? Adik Gubernur di Daerahku aja Jualan Proyek APBD” saya sempat diperkenalkan oleh kompasianer lain ke salah seorang pejabat tinggi negara ini yang baru dilantik beberapa hari lalu. “Ini Bu Laura yang nulis tentang anak presiden di kompasiana dan dibaca lebih 200 ribuan pembaca.” Pejabat itu hanya manggut-manggut. Saya yakin dia jarang baca kompasiana. Demi menghindari riya’ dan asas praduga tak baca kompasiana, saya sebut inisial aja ya nama pejabat tinggi itu; hurunf pertamanya ‘A’ diakhiri ‘Kom’.
Dan yang terakhir, sebuah inbox yang mengharukan dari seorang mahasiswi sebuah perguruan tinggi: “Mbak Laura, saya mengikuti semua artikel mbak. Sangat menginspirasi kehidupan saya. Saya ingin bisa menulis seperti mbak. Ohya, mbak... saya kebetulan sedang menjadi panitia untuk sebuah acara stand up comedy di kampus, maukah mbak menjadi peserta..?”
Ealadalaah... Awalnya sih mengharukan, terakhirnya itu lho.... Emangnya saya pelawak? Hehe
Kompasiana, love you so much deh...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H