[caption caption="Sumber Foto: www.facebook.com/jonru.page"][/caption]
Dua hewan bersahabat, seekor kuda milik petinggi partai di negeri ini dan seekor kodok, saling curhat:
Kuda: “Bro, gue bingung dengan manusia. Mereka bilang, dengan menunggangi gue dianggap sebagai simbol kegagahan lah, simbol kejantanan lah, simbol pemimpin gagah berani lah.... Ada apa sebenarnya di otak mereka ya, Bro...?”
Kodok: “Bersyukurlah kau, Bro. Semua yang bagus-bagus melekat pada diri lo. Sedangkan gue....”
Belum habis ucapan si kodok, kuda kembali melanjutkan curhatnya: “Kalau gue segagah-berani yang mereka imajinasikan, tentunya gue gak ditunggangin dong, Bro.”
“Mereka juga sering nyalahin kacamata gue. Katanya gara-gara pakai kacamata gue mereka hanya bisa memandang lurus jalan keinginan mereka sendiri tanpa peduli yang lainnya. Padahal bukan salah kacamata gue dong, melainkan ambisi gila mereka sendiri yang menyebabkan mereka melihat dunia dari selera hati mereka.”
“Eh, elo mau ngomong apa tadi, Bro...?”
Kodok: “Iya, bersyukurlah elo, Bro. Segala yang bagus-bagus ada di diri lo. Sedangkan gue..... Gue nih lagi gak enak hati sebenernya sama 250 juta rakyat Indonesia...”
“Lho, kenapa...?”
“Ada mbak-mbak nulis di medsos, menghina presidennya dengan mencatut nama gue, Si Kodok Celamitan. Bujug itu si mbak-mbak, gue dibilang celamitan. Kapan gue pernah godain dia?” jelas si kodok sedih.
Mata kedua sahabat itu memandang jauh. Terbersit sejuta pertanyaan di hati keduanya. “Kenapa ya ada manusia yang gemar menghina dan menghujat...? Apakah dia gak menemukan kedamaian dengan pikirannya, sehingga menggunakan bibir dan kata-kata sebagai penghibur kegelapan hatinya?”