semburat hening di bibir pantai,huufh...harusnya aku tahu tak kujejakkan langkah disini dengan segenap asa yang kumiliki,tapi mubazir jika kukoyak keindahan yang adapantai ini terlalu ranum untuk kutinggalkan begitu sajakarena disinilah tempat lain dimana kudapat belaian angin bergairah membuai pikiran
Baiklah,
mengapa tidak kunikmati saja semua proses yang ada
sambil mengukir tepukan lembut sang penyihir waktu dan melamunkan sang pangeran di ujung matahari
Sudahlah, mengapa tidak aku kukayuhkan langkahku dan lantunkan saja bait demi bait untaian nada
Perlahan kujejakkan kakiku yang putih ke dalam pasir,Nyaman sekali seperti hangat sangkar yang meninabobokan penghuninya,Aku tahu rasanya nyaman dan kutahu rasa ini membuat lena keangkuhan yang kupunya,Harusnya engkau disini Pangeran, dan merasakan bagaimana jantung ini seperti akan melompat, menikmati tarian-tarian jariku saat mengukir kalimat..
 Sang pangeran pun mulai bergeming,
Dan khayalanku pun menjadi bagian unik yang mengeliat dari teriknya matahari yang menyergap harusnya kutahu ending dari cerita berharap sang pangeran benar-benar akan datang Dan hari ini di ujung lekuk matahari itu wajah sang pangeran pun terlukis nyata. Wajah yang selama ini abstrak di benak pun menyeruak. Dan pangeranpun menyatakan keperihan yang sama karena kritikan dan 'amukan' yang harusnya menjadi punggawa di istana.
Lembutkan hati dan untaian katamu, Laura. Lepaskan letihmu dalam indahnya rangkaian kata.Dan saat hati ini begitu tenang teringat kata-kata bijak nan sabar sang pangeran "Bu Laura, kami tengah berusaha memperbaiki system kami," lega itu pun mengelora.
(Belajar menulis fiksi tepat di hari yang cerah aku terverikasi hijau, terima kasih Mas Admin)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H