Mohon tunggu...
Laura Irawati
Laura Irawati Mohon Tunggu... Direktur Piwku Kota Cilegon (www.piwku.com), CEO Jagur Communication (www.jagurtravel.com, www.jagurweb.com) -

Mother, with 4 kids. Just living is not enough... one must have sunshine, most persistent and urgent question is, 'What are you doing for others?' ;)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kasihan, Sudah Jatuh Tertimpa Crane, dituduh Pendosa Pula

14 September 2015   02:35 Diperbarui: 25 Oktober 2015   19:02 1603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ibadah Haji"][/caption]

Sabtu kemarin, saya ikut mengantar keberangakatan haji salah seorang tetangga ke tempat pemberangkatan yang telah disediakan oleh pemda setempat. Saya berangkat dan pulang dengan Ibu B (maaf, saya tidak menyebutkan namanya) yang ikut nebeng di mobil saya.

Nah, sepanjang jalan pulang itu, si Ibu B ini banyak bercerita tentang pengalamannya sewaktu berhaji tahun kemarin.“Bu Laura, nanti kalau mau berangkat haji, sebaiknya Bu Laura inget-inget kalau pernah berbuat salah sama orang atau pernah nyakitin hati orang, buruan minta maaf sebelum berangkat ...”

Karena saya sedang menyetir, saya lebih banyak manggut-manggut ngedengerin cerita si Ibu B itu. Walau dalam hati membatin, ya ealaah ... kalau kita merasa telah berbuat salah sama orang lain gak harus nunggu berangkat haji kalee kalau mau minta maaf ... Dan apa yang dikatakan Ibu B ini juga sudah sering saya dengar dari orang yang baru pulang berhaji. Biasanya yang diceritakan adalah keburukan yang menimpa jama’ah lain, sedangkan cerita tentang dirinya biasanya yang baik-baik saja.

Tapi yang membuat saya tertarik dengan cerita Ibu B ini, dia malah menceritakan pengalamannya sendiri yang bagi orang lain dianggap aib. “Saya dan suami pernah mengusir orang yang menempati tanah kosong kami. Awalnya kami tidak keberatan sewaktu dia minta izin bercocoktanam buah melon dan membangun gubuk disitu, toh kami juga untung ada yang mengurus tanah itu. Tapi lama kelamaan setelah sukses nanem melonnya, eh dia malah bangun gubuknya permanen. Kami terpaksa mengusirnya, khawatir nanti akan menimbulkan masalah di kemudian hari ...”

Lalu Ibu B-pun mengait-ngaitkan kejadian-kejadian buruk yang dialaminya di Tanah Suci dengan kesalahan yang dia pernah lakukan itu. Kejadian buruk yang dialaminya itu antara lain; sewaktu di hotel dia dan suaminya nyaris celaka tertimpa bagian bangunan hotel yang runtuh, kemudian betapa seringnya mereka berdua tersesat di sana, dan yang paling menyesakkandada katanya sampai uang yang sedianya untuk kebutuhan belanja disana raib entah kemana. Dia yakin bahwa semua musibah yang menimpanya di tanah suci itu adalah karena dia mengusir orang itu.

Saya salut dengan kejujuran Ibu B tadi yang dan menyadari kekeliruan atas perbuatannya itu serta berjanji untuk tidak mengulangi kesalahan serupa setelah pulang haji. Menurut saya itu adalah sebuah kesadaran dan sikap yang baik. Akan tetapi, menggeneralisir pemikiran bahwa orang tertimpa musibah sewaktu sedang melaksanakan ibadah haji karena diakibatkan dosa-dosa sebelumnya, saya kok tidak sependapat dengannya. Walaupun saya tetap menghormati apa yang diyakini Ibu B itu. Kasihan kan korban yang tertimpa crane dan material yang jatuh di Masjidil Haram kemarin. Sudah tertimpa musibah, eh, malah dituduh itu akibat dosanya! Gak adil menurut saya.

Ibadah haji adalah ibadah yang mengantarkan manusia pada kepulangannya menuju Tuhan Allah guna mencapai pengamalan dan nilai kemanusiaan universal. Jadi bukan yang menyangkut hal remehtemeh mengenai beton yang nyaris kena jidat, jama’ah yang nyasar dari maktabnya, atau uang jajan yang digondol maling seperti yang diceritakan Ibu B tadi.

Saya pernah membaca buku “Makna Haji” yang ditulis oleh Dr Ali Syariatai tentang hakikat ibadah haji. Menurutnya, hakikat ibadah haji merupakan sebuah demonstrasi simbolis dari penciptaan manusia. Syariatai menganalogikan ibadah haji sebagai sebuah ‘pertunjukan’ universal tentang penciptaan, sejarah ketuhanan, keesaan, ideologi Islam dan tentang umat.

Di dalam ‘pertunjukan itu Tuhan-lah sebagai sutradara; Adam, Ibrahim, Hajar, Ismail, dan syetan adalah nama-nama tokohnya; Masjid al-Haram, Arafah, Mina, Shafa dan Marwah adalah lokasi dimana ‘pertunjukan’ itu berlangsung; sedangkan Ka’bah, ritual balang jumrah, serta upacara kurban adalah simbol-simbol pertunjukannya; dan terakhir ihram, halgh, dan taqshir(mencukur sebagian rambut kepala) adalah kostumnya.

Yang menarik di dalam buku itu adalah, pemeran utama dalam‘pertunjukan’ itu adalah diri kita sendiri, individu yang berhaji. Di dalam ‘pertunjukan’ itu kita bisa memerankan Adam saat penciptaan manusia, bisa memerankan kepatuhan Ibrahim, bahkan dapat berperan sebagai Hajar saat sai dan melempar jumrah. Tak peduli laki-laki atau perempuan, tua atau muda, kulit hitam atau kulit putih, kita adalah tokoh utama dalam ‘pertunjukan’ besar itu. Kita lah sosok hero-nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun