Mohon tunggu...
Laura Irawati
Laura Irawati Mohon Tunggu... Direktur Piwku Kota Cilegon (www.piwku.com), CEO Jagur Communication (www.jagurtravel.com, www.jagurweb.com) -

Mother, with 4 kids. Just living is not enough... one must have sunshine, most persistent and urgent question is, 'What are you doing for others?' ;)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Aku Anak Arman Depari dan Mental Kodok

9 April 2016   18:07 Diperbarui: 10 April 2016   11:21 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber Gambar: merdeka.com"][/caption]Seorang anak berusia 13 tahun yang sedang bermain basket tanpa sengaja menggelindingkan bola ke arah lapangan tempat upacara sedang berlangsung.

Kalau saja upacaranya cuma upacara sekolah senin pagi, paling-paling si anak dimarahin doang sama gurunya. Tapi bagaimana kalau upacara yang sedang berlangsung saat itu adalah upacara penurunan bendera di markas Kopassus?

Si anak yang apes itu tentu saja didatangi Provost Kopassus yang sedang tugas jaga. Dimaki habis-habisan, dipukul pada perutnya dan disuruh push-up. Kalau saja anak itu mau memberitahukan anak siapa dia, mungkin si provost itu akan berpikir dua kali melakukan tindakan itu.

Bocah 13 tahun itu adalah Haris Khaseli, anak jenderal yang ayahnya pada waktu itu justeru menjabat sebagai Danjen Kopassus-nya, yakni Jenderal (Purn) Agum Gumelar. Demikian kisah si anak jenderal itu seperti ditulis dalam biografi Agum Gumelar “Jenderal Bersenjata Nurani” yang diterbitkan Sinar Harapan.

Sayang sikap si Haris Khaseli ini tidak semua anak jenderal atau anggota keluarga petinggi negeri ini memilikinya.

Heboh siswi SMA di Kota Medan, Sumatera Utara, Sonya Ekarina S Depari memarahi seorang Polwan saat dia ditilang telah membuat geger publik Tanah Air. Sonya yang disetop oleh Polwan yang tengah mengatur lalu lintas, Rabu 6 April 2016, mengancam sambil menunjuk-nunjuk sang Polwan dengan mengaku-ngaku bahwa dirinya anak seorang jenderal. 

[caption caption="Sumber foto: kepolink.com"]

[/caption]Semenjak era orde baru, menjadi bagian dari keluarga seorang perwira tinggi dipandang membawa keberuntungan. Bukan rahasia umum bahwa seseorang yang berasal dari keluarga perwira tinggi apalagi setingkat Jenderal, mempunyai semacam 'kekebalan' hukum dan kemudahan pelayanan.

Jadi gak heran kalau banyak yang kerap mengaku-ngaku sebagai anak jenderal atau anak pejabat tinggi ketika bermasalah dengan hukum atau ingin mendapatkan apa yang diingininya meski dengan cara yang salah. Aksi ini dilakoni sebagai proteksi diri dengan harapan bisa lolos dari jeratan hukum dan memuluskan ambisinya menghalalkan segala cara.

Dalam dunia usaha misalnya, jika anda kontraktor atau penyedia barang yang sedang mengikuti tender di sebuah instansi, selalu masih terdengar bahwa paket pekerjaan yang anda ikuti ini ‘milik’ keluarga kapolda, ‘milik’ keluarga gubernur, ‘milik’ anak menteri, .... dan anda harus mundur oleh karenanya.

Lha, terus buat apa ditender kalau pekerjaan itu ‘sudah dimiliki’?

Kalau sudah begini, kita mungkin sepakat dengan kalimat Ahok pada disposisi tentang raperda reklamasi DKI: Dimiliki Nenek Lu....!    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun