Mohon tunggu...
Laura Irawati
Laura Irawati Mohon Tunggu... Direktur Piwku Kota Cilegon (www.piwku.com), CEO Jagur Communication (www.jagurtravel.com, www.jagurweb.com) -

Mother, with 4 kids. Just living is not enough... one must have sunshine, most persistent and urgent question is, 'What are you doing for others?' ;)

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Undangan Makan di Istana; 'Jebakan' Dalam Rasa Lapar yang Asing

13 Desember 2015   14:28 Diperbarui: 13 Desember 2015   19:00 768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Image: waroengofwpap.com"][/caption] 

Kita berdua saja, duduk.
Aku memesan ilalang panjang dan bunga rumput,
kau entah memesan apa.
Aku memesan batu ditengah sungai terjal yang deras,

kau entah memesan apa.
Tapi kita berdua saja, duduk.
Aku memesan rasa sakit yang tak putus dan nyaring lengkingnya,

memesan rasa lapar yang asing itu.

Kata dalam puisi adalah pengembaraan imajinasi bagi para pembacanya. Meskipun si penulis puisi punya maksud tertentu, pada akhirnya bukan ia yang menentukan makna puisinya itu, tapi pembacanya. Maka, puisi Sapardi Djoko Damono berjudul Di Restoran di atas bisa punya makna sendiri bagi yang membacanya.

Entah mengapa, membaca puisi tersebut, angan saya sesat mengembara pada redupnya suasana jamuan makan nun jauh di sana, di istana kepresidenan. Tercium semerbak aroma kecanggungan. Kecanggungan bukan karena sungkan untuk bicara, akan tetapi memang sudah tak ada lagi bahan untuk dibicarakan.

Kata dalam puisi itu adalah ekspresi monolog dari kondisi “Aku” 100 kompasianer, dan “Kau” Mr President. Menekankan pada “Aku memesan...” dengan pesanan yang tak lazim: ilalang panjang, bunga rumput, batu di tengah sungai terjal yang deras, rasa sakit, rasa lapar yang asing.

Bagi Presiden Jokowi, tanpa puja puji yang memabukan dari lovers-nya pun toh kenyataannya ia telah menjadi Presiden RI sekarang. Dan, akankah presiden mengubah kebijakannya dalam mengurus 250 juta rakyat hanya karena seorang hater menyampaikan ketidaksukaannya dalam jamuan makan tersebut?

Yang ada di sajian meja makan hanyalah jarak, he is a president now. Jarak yang akan melahap habis kata-kata. Tak ada lagi cerita layaknya seperti yang sering diperdengarkan di meja makan. Yang ada hanyalah kekakuan dan rasa lapar yang asing bernama ‘kepentingan’ di masing-masing perut yang hadir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun