Dunia politik kini tidak lepas dari dunia komunikasi. Pasalnya, kegiatan politik dilandasi oleh komunikasi dalam menyampaikan ide, gagasan, pendapat, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan negara. Menurut Almond (1960), komunikasi politik adalah bagian dari tujuh sistem politik yang tidak berjalan sendiri, karena komunikasi membantu sistem-sistem politik lainnya.
Komunikasi politik juga ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, karena komunikasi selalu ditemui di belahan dunia manapun. Untuk lebih memahami lagi apa itu komunikasi politik, ada baiknya hal ini dijabarkan dalam beberapa contoh peristiwa komunikasi politik di Indonesia.
Tulisan dapat dilihat juga di http://catatankomunikasi.blogspot.com/
Pemilihan Umum
Pemilu (Pemilihan Umum) Presiden sudah tentu merupakan salah satu contoh komunikasi politik di Indonesia. Mengapa? Karena salah satu definisi politik adalah seni memperebutkan sesuatu, – dalam hal ini jabatan sebagai presiden.
Strategi dalam memperebutkan ‘bangku presiden’ ini salah satunya terdapat dalam pencitraan para calon presiden yang mengikuti pemilu.Pencitraan politik sebenarnya sudah merebak mulai Pemilu 1999 yang makin lama semakin berkembang hingga kini.
Masih ingat euforia Pemilu tahun 2009 lalu? Pencitraan Sutrisno Bachir, dari partai Partai Amanat Nasional (PAN), yang memanfaatkan momentum 100 tahun Kebangkitan Nasional dapat kita lihat dari iklan berslogan “Hidup adalah Perbuatan”. Wiranto, dari partai Hati Nurani Rakyat (HANURA), secara dramatis ikut makan nasi aking bersama warga miskin dan mengiklankan tiga seri iklan bertema kemiskinan. Megawati Soekarno Putri, dari partai PDIP Perjuangan, yang dulu jarang berkomentar bahkan mengkritik pemerintah dalam ungkapan-ungkapannya, hingga mengukuhkan citranya sebagai figur yang peduli dengan wong cilik. Jusuf Kalla, dari partai Golongan Karya (Golkar), hadir dengan slogan “Lebih Cepat Lebih Baik” dan “Beri Bukti, Bukan Janji” yang mengklaim keberhasilan pembangunan infrastruktur dan swasembada beras adalah hasil kontribusinya pada partai Golkar. Juga pencitraan Susilo Bambang Yudhoyono, dari partai Demokrat, yang mencitrakan hasil-hasil positif dari kinerjanya sebagai presiden di tahun sebelumnya, seperti penurunan harga Bahan Bakar Minyak, beras untuk rakyat miskin, peningkatan angka pendidikan, dan lain-lain.
Dalam bukunya, Komunikasi Politik (1993), Dan Nimmo menjelaskan bahwa setidaknya ada empat macam pencitraan politik, yaitu pure publicity(publisitas melalui aktivitas masyarakat dengan setting sosial apa adanya) yang dapat dilihat dalam pencitraan politik Sutrisno Bachir dengan slogan “Hidup adalah Perbuatan” dan memanfaatkan momentum 100 tahun Kebangkitan Nasional, free ride publicity (memanfaatkan akses untuk publisitas) yang banyak terlihat pada kampanye dalam mensponsori kegiatan sosial di masyarakat, tie-in publicity (memanfaatkan kegiatan luar biasa untuk publisitas), dan paid publicity (publisitas berbayar lewat pembelian rubrik di media massa) yang terpampang pada advertorial di berbagai media massa dan spanduk-spanduknya.
Akan tetapi, politik akan berjalan dengan baik apabila komunikasi verbal dan nonverbal terjalin dengan baik pula. Citra yang sebenarnya akan dinilai bukan hanya dari tahap ‘pendekatan’ tetapi juga tahap ‘pacaran’, yaitu ketika para calon presiden yang telah terpilih menjadi presiden itu membuktikan apa yang telah dijanjikan dan dicitrakan sebelumnya.
Kebijakan Pembangunan Gedung DPR
Pemilu memang merupakan aktivitas komunikasi politik yang mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, tidak hanya itu, kasus-kasus kecil dalam negara ini juga tak luput dari peristiwa komunikasi politik. Beberapa bulan silam peristiwa pembangunan gedung DPR baru bernilai milyaran rupiah sempat menuai banyak komentar dari masyarakat, terlebih komentar-komentar berbau negatif. Kebanyakan masyarakat menilai pembangunan gedung DPR baru merupakan suatu keborosan, karena banyak hal-hal tidak penting, seperti kolam renang dan fasilitas mewah lainnya, yang akan diadakan untuk memfasilitasi para petinggi negara tesebut. Masyarakat jelas menuai berbagai protes, apalagi melihat kinerja DPR yang masih dipandang negatif oleh mayoritas masyarakat.
Namun, nyatanya, Pramono Anung, wakil ketua DPR RI, dalam kuliah umum di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran pada beberapa bulan lalu menyatakan bahwa hal tersebut tidak benar dan hanya terjadi kesalahan komunikasi oleh konsultan yang menjelaskan sehingga menimbulkan persepsi yang salah di masyarakat.
Komunikasi politik di atas menjadi salah satu komunikasi politik yang kurang efektif sehingga menimbulkan kesalahpahaman informasi antara pemerintah dan masyarakat.
Statement Foke Soal Pemerkosaan yang Dipicu Cara Berpakaian Perempuan
Selain itu, komunikasi politik juga terjadi pada pernyataan Fauzi Bowo, Gubernur DKI Jakarta, saat menanggapi masalah tindak pemerkosaan yang kini marak terjadi di angkutan umum dipicu oleh cara berpakaian perempuan. Foke, begitu Fauzi Bowo kerap disapa, pun langsung meralat statement-nya itu. Foke, yang dikutip dari Kompas Online, 17 September 2011, berkata, “Saya minta maaf, bahwa pernyataan saya sebelumnya salah tafsir, Saya sama sekali tidak bermaksud melecehkan kaum perempuan. Saya justru mengutuk aksi pemerkosaan tersebut, pelaku harus dihukum seberat-beratnya.”
Permintaan maafnya itu ia sampaikan karena pernyataan sebelumnya tentang rok mini menuai demo dari sekitar 50 perempuan yang menggelar aksinya di Bundaran HI, Jakarta, dengan memakai rok mini. Mereka menyatakan kekecewaannya terhadap ucapan Foke. Untungnya, Foke cepat menyatakan permohonan maaf.
Peristiwa tersebut termasuk dalam komunikasi politik, karena menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, politik juga adalah cara bertindak dalam menghadapi atau menangani suatu masalah. Hal ini menunjukan adanya komunikasi dalam dunia politik dalam menghadapi suatu masalah, yang mana komunikasi itu telah mewujudkan ruang dialog antara kalangan pemerintah dan kalangan masyarakat.
SBY Menanggapi Peristiwa SMS dan BBM Gelap
Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Indonesia, juga merupakan salah satu orang yang berperan dalam dunia komunikasi politik di Indonesia. Bagaimana tidak, ia adalah orang yang dalam mewujudkan politik itu sendiri. Politik di sini, menurut Plato, adalah cara mewujudkan dunia cita masyarakat menjadi dunia nyata, dan tentunya ia sangat berpengaruh, bukan?
Maka ketika ada persoalan SMS (Short Message Service) dan BBM (BlackBerry Messenger) gelap yang menyerangnya pada 28 Mei 2011 yang mengaku sebagai Nazarudin dengan bunyi, “Demi Allah, saya M Nazarudiin telah dijebak, dikorbankan, dan difitnah. Karakter, karier, masa depan saya dihancurkan. Dari Singapore saya akan membalas…”, masyarakat banyak yang membicarakan hal itu.
Daniel Sparingga, Staf Khusus Presiden bagian Politik, menegaskan,"SMS penuh tudingan tak berdasar ini sangat baik bagi sebuah dorongan yang lebih besar untuk tetap rendah hati dan berbuat lebih banyak lagi untuk kebajikan. Lebih penting dari semua itu, negeri ini memiliki banyak persoalan serius dan Pak SBY adalah pribadi serius yang diperlukan negeri ini. Tidak satupun SMS semacam itu akan mengalihkan perhatian SBY dari hal-hal serius. (dikutip dari detikcom, pada 29 Mei 2011)"
Komunikasi politik dalam peristiwa ini terlihat pada presiden SBY dan stafnya yang angkat bicara dan mengomunikasikan pada masyarakat tentang permasalahan presiden yang diangkat secara berlebihan di berbagai media massa saat itu.
Melihat dari berbagai peristiwa di atas, komunikasi politik di Indonesia memang belum sepenuhnya efektif.Kebebasan berpendapat yang seharusnya digunakan dengan baik tidak hanya oleh masyarakat tetapi juga oleh pemerintah, masih saja menuai konflik. Walaupun begitu, tanpa adanya komunikasi, politik di Indonesia akan pincang karena kehilangan salah satu sistemnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H