Mohon tunggu...
Laudza Prasetyo
Laudza Prasetyo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Halo, saya adalah mahasiswa di salah satu PTKIN di Jawa Timur.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Strengthening Cyber Resilience: The Role of Risk Management in Mitigating Cyber Threats

3 November 2024   16:19 Diperbarui: 3 November 2024   16:20 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Strengthening Cyber Resilience: The Role of Risk Management in Mitigating Cyber Threats

Ancaman siber telah menjadi tantangan utama di era digital saat ini, di mana hampir semua sektor, mulai dari bisnis hingga pemerintahan, bergantung pada teknologi informasi. Artikel “Development of A Risk Management System to Reduce the Impact of Cyber Threats” yang ditulis oleh Rafi Farizki dan Frasciskus Antonius Alijoyo (2024) menyoroti pentingnya sistem manajemen risiko yang efektif untuk mengurangi dampak serangan siber terhadap organisasi. Dalam artikel ini, mereka menjelaskan bagaimana serangan siber dapat menyebabkan berbagai kerugian, mulai dari pencurian data pelanggan hingga kerugian finansial dan reputasi yang signifikan. Menurut laporan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Indonesia mencatat lebih dari 100 juta kasus serangan siber pada tahun 2022, yang menunjukkan betapa besar ancaman ini bagi organisasi di tanah air.

Seiring meningkatnya jumlah serangan, perusahaan semakin dihadapkan pada risiko kehilangan data dan penurunan kepercayaan pelanggan. Dalam konteks ini, manajemen risiko siber bukan lagi pilihan, tetapi kebutuhan mendesak. Dengan melindungi aset informasi mereka, organisasi dapat membangun ketahanan digital dan mengurangi risiko operasional yang dapat mengganggu kelancaran bisnis. Artikel ini juga menunjukkan bahwa sistem manajemen risiko yang solid dapat memberikan panduan bagi perusahaan untuk merespons ancaman siber secara proaktif, memastikan bahwa langkah-langkah pencegahan dan pemulihan telah direncanakan dengan matang.

Melalui artikel ini, Farizki dan Alijoyo berupaya menawarkan perspektif baru mengenai pentingnya pemahaman dan penerapan manajemen risiko siber yang komprehensif, mulai dari identifikasi ancaman hingga evaluasi dampak. Ini menjadi landasan bagi perusahaan untuk tidak hanya bereaksi terhadap serangan, tetapi juga siap menghadapi tantangan baru yang muncul dari perkembangan teknologi.
***
Farizki dan Alijoyo (2024) memaparkan bahwa sistem manajemen risiko siber yang komprehensif berfokus pada tiga tahap utama: identifikasi risiko, evaluasi risiko, dan mitigasi dampak risiko. Langkah pertama adalah identifikasi risiko, yang memungkinkan organisasi mendeteksi ancaman potensial sebelum menjadi ancaman nyata. Melalui pendekatan berbasis Risk Management Framework (RMF), perusahaan dapat mengidentifikasi berbagai titik rentan dalam infrastruktur digital mereka, seperti keamanan jaringan dan kerentanan aplikasi. Pendekatan ini sangat relevan, mengingat laporan BSSN pada tahun 2022 menunjukkan bahwa serangan siber di Indonesia sebagian besar menargetkan kerentanan di sistem jaringan perusahaan, termasuk melalui malware dan phishing.

Selanjutnya, artikel ini mengadopsi pendekatan Defense in Depth, yang bertujuan melapisi keamanan dalam beberapa tahap untuk mencegah masuknya ancaman eksternal. Dalam sistem berlapis ini, organisasi memanfaatkan firewall, enkripsi data, dan mekanisme pemantauan yang berjalan secara simultan untuk menambah perlindungan. Strategi berlapis ini sangat penting, terutama mengingat data dari IBM menunjukkan bahwa perusahaan yang menerapkan beberapa lapisan keamanan digital mampu mengurangi risiko kebocoran data sebesar 40% pada tahun 2023. Farizki dan Alijoyo menekankan bahwa konsep ini sangat efektif dalam menambah kompleksitas bagi peretas, yang pada akhirnya meningkatkan ketahanan organisasi terhadap ancaman.

Selain itu, teori Cyber Resilience memainkan peran penting dalam penelitian ini, menyoroti kemampuan organisasi untuk pulih dengan cepat dari serangan. Cyber resilience mencakup strategi untuk menjaga kelangsungan operasional selama dan setelah serangan terjadi. Dalam konteks ini, Farizki dan Alijoyo menekankan pentingnya rencana pemulihan yang matang, termasuk pemulihan data dan pemulihan layanan dengan cepat setelah insiden terjadi. Menurut studi dari Ponemon Institute pada tahun 2022, organisasi dengan strategi pemulihan yang efektif mengalami pemulihan pasca-serangan siber sekitar 30% lebih cepat daripada yang tidak memiliki strategi pemulihan yang jelas. Hal ini menunjukkan bahwa ketahanan siber tidak hanya bergantung pada upaya pencegahan tetapi juga pada kesiapan menghadapi dan memitigasi dampak serangan.

Penelitian ini memberikan kontribusi penting dalam menguatkan pemahaman tentang bagaimana sistem manajemen risiko dapat diterapkan secara praktis dalam lingkungan organisasi. Dengan pendekatan yang terstruktur dan komprehensif, perusahaan dapat mengurangi potensi dampak yang merugikan dari serangan siber. Farizki dan Alijoyo menekankan bahwa integrasi dari ketiga teori ini memungkinkan organisasi untuk melindungi aset digital, mengidentifikasi titik rentan, dan pulih dari insiden dengan cepat. Pendekatan ini juga memberi organisasi alat dan panduan yang dibutuhkan untuk memastikan bahwa mereka selalu selangkah lebih maju dalam menghadapi ancaman siber yang terus berkembang.
***

Kesimpulan dari artikel Farizki dan Alijoyo (2024) menegaskan bahwa sistem manajemen risiko siber yang komprehensif adalah kunci bagi perusahaan untuk mengurangi dampak ancaman siber secara efektif. Dengan menggabungkan teori Risk Management Framework, Defense in Depth, dan Cyber Resilience, organisasi dapat menghadapi ancaman siber dengan lebih siap dan berdaya tahan. Ketiga elemen ini membentuk pendekatan yang menyeluruh, mencakup langkah pencegahan hingga pemulihan pasca-insiden. Farizki dan Alijoyo merekomendasikan agar perusahaan tidak hanya berfokus pada aspek pencegahan tetapi juga memperkuat strategi pemulihan agar dampak jangka panjang serangan siber dapat diminimalkan.

Implikasi dari penelitian ini sangat signifikan bagi organisasi yang ingin membangun ketahanan digital di tengah meningkatnya ancaman siber global. Penerapan manajemen risiko siber yang efektif tidak hanya melindungi integritas data, tetapi juga membangun kepercayaan pelanggan dan memperkuat reputasi organisasi. Dengan adanya panduan yang jelas dalam merancang sistem manajemen risiko, perusahaan dapat lebih tanggap dan fleksibel menghadapi perubahan lingkungan siber yang dinamis. Oleh karena itu, dalam dunia yang semakin terhubung secara digital, penting bagi setiap organisasi untuk mempertimbangkan sistem manajemen risiko siber sebagai komponen inti dari strategi keberlanjutan mereka.

Referensi:

Farizki, R., & Alijoyo, F. A. (2024). Development of a risk management system to reduce the impact of cyber threats. Indonesian Journal of Social Technology, 5(3), 1139-1145.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun