"Jangan tanyakan apa yang telah negara berikan kepadamu tetapi tanyakan apa yang telah kau berikan untuk negaramu". oleh Almarhum J. F. Kennedy
Menarik memang menyimak kejadian-kejadian di Negara kita yang tercinta ini tak lama ada sebuah kejadian tentang Kebohongan Pemerintah yang akhir-akhir ini menjadi topik pembicaraan di berbagai media di mana para aktivis dan LSM menyuarakan kritikan pedas terhadap pemerintahan SBY pada periode ke dua ini. Para aktivis mencatat, ada 9 kebohongan lama dan kebohongan baru yang dilakukan SBY selama menjadi kepala negera. Nah berikut ini petikan para aktivis dan LSM yang mengkritik pemerintahan SBY dengan 18 kebohongan pemerintah terdiri 9 kebohongan lama dan 9 kebohongan baru yang saya kutip dari berbagai sumber.
Sembilan kebohongan lama tersebut antara lain: Pertama, pemerintah mengklaim bahwa pengurangan kemiskinan mencapai 31,02 juta jiwa. Padahal dari penerimaan beras rakyat miskin tahun 2010 mencapai 70 juta jiwa dan penerima layanan kesehatan bagi orang miskin (Jamkesmas) mencapai 76,4 juta jiwa. Kedua, Presiden SBY pernah mencanangkan program 100 hari untuk swasembada pangan. Namun pada awal tahun 2011 kesulitan ekonomi justru terjadi secara masif. Ketiga, SBY mendorong terobosan ketahanan pangan dan energi berupa pengembangan varietas Supertoy HL-2 dan program Blue Energi. Program ini mengalami gagal total. Keempat, Presiden SBY melakukan konferensi pers terkait tragedi pengeboman Hotel JW Mariot. Ia mengaku mendapatkan data intelijen bahwa fotonya menjadis asaran tembak teroris. Ternyata foto tersebut merupakan data lama yang pernah diperlihatkan dalam rapat dengan Komisi I DPR pada tahun 2004. Kelima, Presiden SBY berjanji menuntaskan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir sebagai a test of our history. Kasus ini tidak pernah tuntas hingga kini. Keenam, UU Sistem Pendidikan Nasional menuliskan anggaran pendidikan harus mencapai 20% dari alokasi APBN. Alokasi ini harus dari luar gaji guru dan dosen. Hingga kini anggaran gaji guru dan dosen masih termasuk dalam alokasi 20% APBN tersebut. Ketujuh, Presiden SBY menjanjikan penyelesaian kasus lumpur Lapindo dalam Debat Calon Presiden Tahun 2009. Penuntasan kasus lumpur Lapindo tidak mengalami titik temu hingga saat ini. Kedelapan, Presiden SBY meminta semua negara di dunia untuk melindungu dan menyelamatkan laut. Di sisi lain Presiden SBY melakukan pembiaran pembuangan limbah di Laut Senunu, NTB, sebanyak1.200 ton dari PT Newmont dan pembuangan 200.000 ton limbah PT Freeport ke sungai di Papua. Kesembilan, tim audit pemerintah terhadap PT Freeport mengusulkan renegosiasi.
Upaya renegosiasi ini tidak ditindaklanjuti pemerintah hingga kini. Sedangkan 9 kebohongan baru SBY, di antaranya: Pertama, dalam Pidato Kenegaraan 17 Agustus 2010 Presiden SBY menyebutkan bahwa Indonesia harus mendukung kerukunan antarperadaban atau harmony among civilization. Faktanya, catatan The Wahid Institute menyebutkan sepanjang 2010 terdapat 33 penyerangan fisik dan properti atas nama agama dan Kapolri Bambang Hendarwso Danuri menyebutkan 49 kasus kekerasan ormas agama pada 2010. Kedua, dalam pidato yang sama Presiden SBY menginstruksikan polisi untuk menindak kasus kekerasan yang menimpa pers. Instruksi ini bertolak belakang dengan catatan LBH Pers yang menunjukkan terdapat 66 kekerasan fisik dan nonfisik terhadap pers pada tahun 2010. Ketiga, Presiden SBY menyatakan akan membekali Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dengan telepon genggam untuk mengantisipasi permasalahan kekerasan. Aksi ini tidak efektif karena di sepanjang 2010, Migrant Care mencatat kekerasan terhadap TKI mencapai 1.075 orang.
Keempat, Presiden SBY mengakui menerima surat dari Zoelick (Bank Dunia) pada pertengahan 2010 untuk meminta agar Sri Mulyani diizinkan bekerja di Bank Dunia. Tetapi faktanya, pengumuman tersebut terbuka di situs Bank Dunia. Presiden SBY diduga memaksa Sri Mulyani mundur sebagai Menteri Keuangan agar menjadi kambing hitam kasus Bank Century. Kelima, SBY berkali-kali menjanjikan sebagai pemimpin pemberantasan korupsi terdepan. Faktanya, riset ICW menunjukkan bahwa dukungan pemberantasan korupsi oleh Presiden dalam kurun September 2009 hingga September 2010, hanya 24% yang mengalami keberhasilan. Keenam, Presden SBY meminta penuntasan rekening gendut perwira tinggi kepolisian. Bahkan, ucapan ini terungkap sewaktu dirinya menjenguk aktivis ICW yang menjadi korban kekerasan, Tama S Langkun. Dua Kapolri, Jenderal Bambang Hendarso Danuri dan Jenderal Timur Pradopo, menyatakan kasus ini telah ditutup. Ketujuh, Presiden SBY selalu mencitrakan partai politiknya menjalankan politik bersih, santun, dan beretika. Faktanya Anggota KPU Andi Nurpati mengundurkan diri dari KPU, dan secara tidak beretika bergabung ke Partai Demokrat. Bahkan, Ketua Dewan Kehomatan KPU Jimly Asshiddiqie menilai Andi Nurpati melakukan pelanggaran kode etik dalam Pemilu Kada Toli-Toli. Kedelapan, Kapolri Timur Pradopo berjanji akan menyelesaikan kasus pelesiran tahanan Gayus Tambunan ke Bali selama 10 hari. Namun hingga kini, kasus ini tidak mengalami kejelasan dalam penanganannya. Malah, Gayus diketahui telah sempat juga melakukan perjalanan ke luar negeri selama dalam tahanan. Kesembilan, Presiden SBY akan menindaklanjuti kasus tiga anggota KKP yang mendapatkan perlakuan tidak baik oleh kepolisian Diraja Malaysia pada September 2010. Ketiganya memperingatkan nelayan Malaysia yang memasuki perairan Indonesia. Namun ketiganya malah ditangkap oleh polisi Diraja Malaysia. Sampai saat ini tidak terdapat aksi apapun dari pemerintah untuk nmenuntaskan kasus ini dan memperbaiki masalah perbatasan dengan Malaysia.
Dengan hal tersebut tidak bermaksud untuk memeperkeruh dan tambahan kebohongan maka saya, akan memberikan sebuah analisis berbeda dari apa yang diungkap oleh temen-temen LSM dan lembaga lainya yang memberikan pengingatan kepada pemerintah SBY. Dalam hal ini mungkin saya akan membuka kembali tentang data-data tentang kemiskinan keluaran BPS. Pada Pertemuan Tingkat Tinggi PBB soal kemajuan MDGs telah disodorkan angka kemiskinan versi BPS, yaitu 13,33 persen jumlah penduduk, atau ada 31,02 juta penduduk miskin. Angka ini tidak mewakili kenyataan atau realitas umum di masyarakat, misalnya meningkatnya PHK, kenaikan harga kebutuhan pokok, turunnya nilai tukar petani, upah real pekerja merosot, dan lain sebagainya.
Dan, memang banyak sekali suara yang meneriaki BPS sebagai "tukang sulap" angka-angka kemiskinan. Itu bukan rahasia umum lagi. BPS seperti mempraktekkan perkataan seorang propogandis Hitler, Goebbels; "Berbohonglah sebanyak-banyaknya, akhirnya orang akan mempercayai kebohonganmu!" Pertama, BPS mempergunakan kriteria kemiskinan yang tidak sesuai dengan kenyataan kemiskinan di lapangan, tidak sesuai dengan perkembangan, dan sangat konservatif. Sebagai misal, BPS menyebut rumah berlantai tanah dan berdinding bamboo/rumbia sebagai kriteria kemiskinan, padahal realitas sekarang menunjukkan bahwa model rumah seperti ini sudah sangat sulit di temui di kota maupun di desa (umumnya pakai rumah panggung), dan bertolak dan tidak sesuai dengan data kemiskinan versi PNPM MP yang selalu mengunakan data kemiskinan dengan Pemetaan Swadaya (PS) serta Refleksi Kemiskinan (RK) temen-temen BKM sering menyebutnya silkus tahunan tentang RKPS. Kedua, garis kemiskinan BPS sebesar Rp 211.726 ( per-maret 2010) per kapita tidak sesuai dengan kondisi real di lapangan. Demikian pula garis kemiskinan 2.100 kalori, juga masih harus dipertanyakan sisi kemanusiaannya. Pada kenyataannya, nilai 2.100 kalori hanya cukup untuk sekedar bisa survive dan melakukan pekerjaan fisik minimal, tidak berbicara soal pembangunan mental dan fisik manusia secara utuh. Ketiga, keberpihakan BPS cenderung sebagai alat politik pemerintah, terutama dalam menyajikan data-data yang memuaskan pemerintah, meskipun itu sangat bertentangan dengan fakta lapangan. Padahal, seorang statistikawan memiliki kode etik yang harus dijunjung tinggi, yaitu, selalu bekerja dengan jujur dan pantang menukangi data. Hanya dengan menjunjung tinggi kode etik ini, seorang statistikawan akan mendapat kepercayaan dari rakyat.
Untuk diketahui, data statistik sangatlah penting bagi pembangunan suatu bangsa, sebagaimana pernah dikatakan seorang pemimpin India; "for a long time already have we used statisics to correct the course of development". Tanpa memegang sebuah data statistik yang benar, sebuah bangsa mustahil untuk mencapai kemajuan. Bukankah "menghilangkan sebagian orang miskin" dalam data statistik akan berdampak pada strategi pemberantasan kemiskinan yang meleset. Oleh karena itu, kita membutuhkan sebuah lembaga pusat statistik yang sanggup melayani kepentingan rakyat dan kepentingan nasional; mudah diakses oleh rakyat, transfaran, menggambarkan kenyataan dengan jujur, dan menyediakan data yang benar untuk menunjang pembangunan. Terus yang bohong yang di data(masyarakat) apa yang mendata (Pemerintah) padahal dengan mengadakan pendataan BPS saja mengabiskan uang yang begitu besar kenapa kok juga tidak menghasilkan data yang benar-benar , bkan malah kebohogan, semoga ini menjadikan sebuah refleksi kita bersama antara masyarakat dan pemerintah agar menjadikan semua tujuan bersama tercapai untuk bangsa kita. Semoga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H