Mohon tunggu...
Latifah A.
Latifah A. Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Suka nonton film genre horor-thriller

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Sekolah Nonformal: Alternatif Pendidikan yang Tak Boleh Diremehkan

2 November 2024   19:31 Diperbarui: 2 November 2024   21:11 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Siapa bilang anak yang bersekolah di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) itu kurang pintar atau bermasalah? Selama melakukan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di sebuah SKB di Samarinda di Jalan Lempake Jaya Rt. 16, Kelurahan Lempake, Kecamatan Samarinda Utara, Lempake, Kec. Samarinda Utara, Kota Samarinda Prov. Kalimantan Timur, saya bertemu dengan sebuah keluarga yang mengubah pandangan saya tentang pendidikan nonformal. Ibu dari dua siswa yang saya ajar langsung, keduanya mengikuti paket A, ternyata memiliki latar belakang pendidikan yang sangat baik. Masyarakat seringkali beranggapan bahwa SKB hanya menjadi pilihan bagi mereka yang putus sekolah atau memiliki kesulitan belajar. Namun, fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya. SKB menawarkan fleksibilitas yang memungkinkan siswa belajar dengan ritme yang sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Selama menjalani praktik kerja lapangan di SKB Samarinda, saya berkesempatan mendampingi siswa-siswa paket A yang penuh semangat belajar. Di antara mereka, Catur  dan Dimas, kakak beradik  yang begitu mencuri perhatian. Kecerdasan, keaktifan, dan etika yang mereka tunjukkan jauh melebihi ekspektasi saya terhadap siswa paket A. Rasa kagum ini mendorong saya untuk mengenal lebih jauh latar belakang mereka. Dalam sebuah perbincangan singkat dengan ibu mereka, saya terkejut mengetahui bahwa kedua siswa ini adalah anak dari pasangan berpendidikan sarjana yang merantau dari Jakarta. Tak hanya itu, mereka juga mengikuti les Kumon dan memiliki kemampuan berbahasa Inggris yang sangat baik. Fakta ini semakin memperkuat keyakinan saya bahwa lingkungan keluarga yang kondusif dan stimulasi yang tepat sejak dini mampu melahirkan generasi muda yang cerdas dan berprestasi. Terdorong oleh rasa penasaran yang mendalam, saya memutuskan untuk melakukan wawancara mendalam dengan sang ibu di akhir masa PKL. Berikut hasil dari wawancara bersama beliau ;

  • Bagaimana Pola Asuh yang ibu terapkan kepada anak2 ibu sehingga membuat mereka menjadi pribadi yang aktif dan penurut seperti itu
  • Apakah keputusan ibu menyekolahkan mereka di SKB adalah hasil dari diskusi bersama anak2 atau ibu langsung saja memasukkan mereka ke SKB tanpa persetujuan mereka
  • Bagaimana pandangan ibu terhadap Sekolah Non Formal seperti SKB ini
  • Menurut ibu apa saja hal positif dan negatif menyekolahkan anak ibu di SKB
  • Apakah ibu merasa sudah memberikan pola asuh yang terbaik buat mereka?
  • Jika boleh di utarakan,sebangga apa ibu memiliki anak seperti Catur dan Dimas yang mana mereka bertumbuh kembang dengan sangat baik
  • Apakah ibu sering mengajak anak2 ibu buat berdiskusi dalam mengambil keputusan?

Jawaban dari beliau:

  • Hakikat manusia diciptakan adalah untuk mengabdi kepada Sang pencipta (QS. 51/56). Perilaku tunduk dan patuh seseorang tumbuh manakala dia memahami bahwa tidak ada yang harus dipatuhi segala aturan dan kehendaknya selain Allah subhanahu wa ta'ala (Tauhid). Pendidikan dasar kepada anak dalam sebuah keluarga jelas diajarkan Allah subhanahu wa ta'ala sebagaimana digambarkan pada sosok Luqman. (Waidz qola luqmana libnihi ya bunayya la tusyrik billah Inna syirka ladzulmun adzim). Dalam skup kecil sebuah keluarga sosok anutan orang yang harus di patuhi adalah kedua orang tua. Orang tua adalah Robb di keluarga. (Robbighfirli waliwalidayya warhamhuma kama robbayani shoghiro). Ketika seorang anak paham betul siapa dirinya, baik itu di keluarga ataupun dirinya sebagai seorang makhluk ciptaan Allah subhanahu wa ta'ala maka perilaku tunduk patuh adalah bukan sebuah keniscayaan.
  • Ya, hasil diskusi dengan anak-anak dan disetujui oleh mereka
  • Sangat bagus karena seperti yang saya gambarkan pada poin 1 bahwa sebenarnya tanggung jawab pendidikan itu ada di dalam rumah, dalam keluarga.
  • Waktu fleksibel sehingga anak anak bisa melakukan aktivitas lain yang sesuai dengan minat dan bakat anak. Untuk yg negatif g ada
  • Pasti dong
  • Yang  jelas rasa syukur alhamdulillah kepada sang khalik yg telah memberikan kepercayaan kepada kami sebagai orang tua yg di berikan kepercayaan yg luar biasa kepada kami... Alhamdulillah 
  • Iya dong krn anak anak itu yg mereka yg menjalani aktivitas tsb... Kita sebagai orang tua cukup motivator dan tempat berlindung buat anak anak tercinta.

 Tak hanya itu, ibu mereka juga berkata bahwasanya mereka berdua juga sering mengikuti lomba-lomba karate sampai ke tingkat Nasional,luar biasa sekali bukan?

Kisah Catur dan Dimas ini membuktikan bahwa pendidikan nonformal seperti SKB memiliki potensi yang sangat besar. Dengan memberikan kebebasan bagi siswa untuk mengeksplorasi minat dan bakat mereka, SKB dapat melahirkan generasi muda yang kreatif, inovatif, dan mandiri.

Untuk meningkatkan kualitas pendidikan nonformal di Indonesia, beberapa hal yang perlu dilakukan adalah:

  • Meningkatkan kualitas tenaga pengajar: Melalui pelatihan dan pengembangan profesional yang berkelanjutan.
  • Memperkaya sarana dan prasarana: Menyediakan fasilitas belajar yang memadai, seperti perpustakaan, laboratorium, dan ruang kelas yang nyaman.
  • Mendorong kerjasama antara SKB dan berbagai pihak: Membangun kerjasama dengan sekolah formal, perguruan tinggi, dunia usaha, dan masyarakat.

Kisah inspiratif dari SKB Samarinda telah membuka mata kita bahwa pendidikan tidak melulu tentang sekolah formal. SKB menawarkan alternatif yang menarik bagi mereka yang ingin belajar dengan cara yang lebih fleksibel dan sesuai dengan minat mereka. Mari kita dukung bersama pengembangan pendidikan nonformal di Indonesia agar semakin banyak anak-anak Indonesia yang dapat meraih potensi terbaiknya. Kisah keluarga ini mengajarkan kita bahwa kesuksesan anak adalah hasil dari kerja sama antara sekolah, keluarga, dan lingkungan sekitar. Orang tua memiliki peran yang sangat krusial dalam memberikan dukungan emosional, menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, dan menanamkan nilai-nilai positif pada anak.

                                                                                                                                                                                     

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun