Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tak Ingin Menyakiti Orang Lain? Jangan Ucapkan Kalimat Ini

28 Januari 2017   07:42 Diperbarui: 28 Januari 2017   09:33 2850
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

“Saya terganggu.”

Seorang wanita menangis begitu membaca kalimat itu. Hanya terdiri dari dua kata, namun sangat menyakitkan. Terlebih kalimat itu diucapkan oleh pria yang dicintainya. Saat itu, si wanita sendirian. Alhasil ia bisa leluasa menangis. Ia selalu memastikan dirinya sendirian saat berkomunikasi dengan si pria. Agar tak ada orang yang tahu jika pria itu menyakitinya. Demi menjaga nama baik si pria di depan orang-orang, agar mereka tidak memberi judge negatif pada pria itu.

Wanita itu mencoba kuat menerima kalimat menyakitkan itu. Ia hanya berdoa dan memohon ampun pada Tuhan agar pria itu diampuni dan dibukakan mata hatinya. Wanita itu mulai berpikir, apakah dirinya mengganggu? Apakah dirinya sebegitu tidak berharganya sampai-sampai dianggap mengganggu?

Sambil mengusap air matanya, wanita itu terus berpikir. Seumur hidupnya, ia tak pernah mengatakan jika dirinya terganggu pada orang lain. Tiap kali ada orang yang meminta waktu untuk curhat, konsultasi, bertanya, dan meminta sesi terapi, wanita itu selalu melayani. Sesibuk apa pun dia. Sekali pun dirinya sendiri sedang sedih, terluka, patah hati, atau banyak masalah. Wanita itu bahkan pernah mengorbankan waktu tidurnya untuk menenangkan perasaan orang lain. Ia berusaha menyediakan diri untuk orang lain dan tidak pernah mengatakan jika ia terganggu. Baginya, tak ada orang lain yang membuatnya terganggu. Ia senang bisa berbicara, berinteraksi, menyimak keluhan, mendengarkan cerita, dan membantu orang lain. Ironisnya, ia menerima kalimat “saya terganggu” dari orang yang dicintainya.

Ilustrasi di atas memberi pelajaran berharga. Kalimat sederhana pun bisa menyakiti orang lain. Kalimat yang terdiri dari sedikit kata di dalamnya dapat menjatuhkan mental orang lain. Membuat mereka down dan kehilangan kepercayaan diri.

Tak tertutup kemungkinan, kalimat “saya terganggu” berpotensi membuat seseorang underestimate. Ia merasa dirinya tidak penting, tidak berharga, dan hanya bisa mengganggu orang. Orang yang dianggap mengganggu pun akan merasa tidak dihargai. Hatinya terluka hanya dengan satu kalimat.

Kalimat “saya terganggu” mencerminkan ego yang begitu tinggi. Pertanyaannya adalah, apakah kita hidup hanya untuk diri sendiri? Jika kita hidup hanya untuk diri sendiri, apakah kita harus menyakiti orang lain?

Dampak lain dari kalimat “saya terganggu” adalah munculnya rasa takut dan waswas. Orang lain akan takut bila ingin berbicara dengan kita. Mereka khawatir membuat kita terganggu. Praktis, mereka menarik diri dari kita dan lebih protektif pada diri sendiri.

Setiap orang memiliki kepentingan dan kemampuan berbeda-beda. Ada yang mampu menyeimbangkan hidupnya, antara kepentingan diri sendiri dan orang lain. Ada yang sulit membagi waktu dan terus-menerus merasa terganggu oleh orang lain. Ada pula yang hanya terfokus pada kepentingannya sendiri tanpa memedulikan orang lain yang membutuhkan perhatian dan pertolongannya.

Ada saatnya seseorang merasa lelah dan frustasi. Disebabkan oleh masalah yang belum terpecahkan, pekerjaan menumpuk, tugas sekolah/kuliah yang belum selesai, masalah keluarga, putus cinta, dll. Di atas itu semua, jangan sampai tumpukan masalah dan kesibukan menjadi alasan kita menyakiti perasaan orang lain dengan mengucapkan kalimat “saya terganggu”. Bila kita benar-benar sibuk dan ingin sendiri, utarakan hal itu secara baik-baik. Ganti kalimat “saya terganggu” dengan ungkapan yang lebih halus demi menjaga perasaan orang lain. Coba carikan waktu pengganti untuk orang lain yang membutuhkan kita. Kalimat “saya terganggu” terlalu keras bagi hati dan perasaan orang lain.

Jika kita bisa mengatasi situasi sekaligus membantu orang lain di saat bersamaan, mengapa harus terganggu? Mengapa harus mengucapkan kalimat “saya terganggu”? Saat kita telah berusaha seimbang antara diri sendiri dan orang lain, itulah titik sempurna dalam hidup kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun