Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sentuhan Kasih

10 Januari 2017   06:46 Diperbarui: 10 Januari 2017   07:15 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tatapannya terfokus pada layar monitor. Tersenyum tipis, lalu menekan tombol close. Sederetan huruf A menghiasi kolom nilai kartu hasil studinya semester ini. Namun nampaknya gadis bermata biru itu biasa saja. Senang, tetapi tak menunjukkan antusias. Ia malah keheranan. Dikiranya ia akan mendapat nilai jelek semester ini.

Sang Mama bertanya. Tersenyum puas, lalu sejenak kemudian pergi. Ia kembali sendirian, larut dalam kesepiannya. Larut dalam kegelisahan hatinya.

Hatinya masih bertanya-tanya. Meski demikian, sepercik rasa syukur hadir. Setidaknya ia bisa mempersembahkan nilai yang memuaskan bagi kedua orang tuanya.

Ia bisa membuktikan pada semua orang. Kegiatan akademis dan non akademis bisa berjalan seimbang. Kegiatan internal kampus dan eksternal kampus bisa berjalan selaras dengan manajemen waktu dan kerja keras.

Walau begitu, hatinya tetap saja berselimut sepi. Sepi yang berpadu dengan gelisah. Masih terpikir olehnya satu kisah yang belum selesai. Ditambah lagi satu kisah baru. Bukan kisah cinta seperti yang sudah-sudah.

Ia tak mudah mencintai seorang pria. Saat teman-temannya sudah berulang kali berganti pasangan, ia masih sendiri. Saat teman-temannya sudah pernah merasakan kontak fisik dan berelasi dengan lawan jenis dalam usia 15-16 tahun, ia baru pernah merasakan hal itu di usianya yang ke-19. Gelisah dan frustasi menderanya. Begini rasanya mendapatkan sentuhan kasih dari seorang pria. Selama ini ternyata ia belum dewasa. Hidupnya terlanjur dibayangi kesepian, kehampaan, dan kekosongan.

**    

“Sebagai pria yang sudah mengenalku dari kecil, apa aku salah?”

“Tidak. Kamu tidak salah. Tapi aku hanya ingin mengingatkan satu hal.”

Adik kandung Larissa itu mendekat. Lembut mengusap rambut sepupu cantiknya. Sang sepupu gemetar, aliran darahnya berdesir cepat. Ya Tuhan, ia menyukai sentuhan itu. Efeknya terasa hingga ke hati.

“Anton...kau mengingatkanku pada Albert.” Lirihnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun