Dalam perjalanan kembali ke kampus setelah mengirim paket untuk seseorang, saya melewati sekolah almamater saya. Saya seolah mengalami deja vu. Denting lembut piano, alunan suara jernih membawakan lagu, dan lirik-lirik lagu yang dinyanyikan sepenuh hati. Itulah gambaran sekilasnya: paduan suara.
Sewaktu sekolah dulu, paduan suara adalah ekskul pertama yang membuat saya jatuh hati setelah Paskibra. Barulah kemudian saya melirik Rengganis, Dinamika Remaja Islam, English Club, Konsultasi Kesehatan Remaja, Green Movement and Peace Organization, dan terakhir, OSIS MPK. Kalau yang terakhir itu bukan ekskul, tapi organisasi resmi. Jika saya sudah benar-benar jatuh cinta pada sesuatu, apa pun itu akan saya lakukan. Termasuk mengikuti semua ekskul dan organisasi itu meski waktu saya terkuras habis.
Kali ini, saya hanya akan membahas paduan suara. Banyak hal yang saya dapatkan di sana. Persahabatan, ilmu, dan inspirasi. Sampai-sampai novel keempat dan kelima yang pernah saya tuliskan berkisah tentang ekskul satu ini. Saya benar-benar bangga dan jatuh hati bisa menjadi anggota paduan suara di almamater. Hingga detik ini, saya masih mengingat kenangan indah selama di paduan suara. Saya memang meneruskan kegiatan ini di kampus, namun rasanya belum move on dari paduan suara SMA.
Ada beberapa hal yang saya dapatkan di paduan suara. Mungkin bagi para pembaca yang pernah ikut paduan suara pernah merasakannya juga.
1. Dispen
Bukan rahasia umum lagi jika anak paduan suara sering dispen. Kami dibebaskan tidak mengikuti jam pelajaran demi berlatih untuk persiapan sebuah event berkat selembar kertas ajaib yang bernama surat dispensasi. Anak-anak lain boleh iri. Istilahnya, kami bolos secara elegan. Jangan heran jika ada anak paduan suara yang mengerjakan tugas di ruang latihan. Bahkan sering kali kami dispen dari jam pelajaran pertama sampai terakhir. Kami masuk kelas hanya untuk memberikan surat dispen. Lalu disambut senyuman manis dari para guru. “Mau latihan ya? Iya boleh boleh...nyanyi yang bagus ya.” Sering tidak mengikuti pelajaran, namun anehnya nilai tetap bagus dan para guru justru tidak pernah marah. Bahkan ranking tetap di posisi 10 besar.
2. Belajar menyanyi bersama dan menyatukan suara
Waktu kecil, saya mengikuti les vokal di beberapa sekolah musik dan guru vokal pilihan Mama tercinta. Setelahnya saya sering diikutkan pada berbagai event atau tampil di acara-acara kantor Mama dan Papa. Bosan bernyanyi sendirian, saat SMA saya mencoba sesuatu yang baru yakni paduan suara. Ada pembagian suara yang berbeda untuk anggota pria dan wanita. Alto, mezosopran, dan sopran untuk wanita. Tenor, barithon, dan bass untuk pria. Dalam paduan suara, tak boleh ada yang egois. Semuanya harus bisa menyatukan suara dan menyanyi bersama dalam harmoni yang indah. Tidak boleh ada yang terbawa atau pecah suara. Misalnya anggota yang bersuara sopran tiba-tiba menyanyi mengikuti nada anggota bersuara alto. Maka diperlukan konsentrasi tinggi.
3. Datang lebih awal
Sebagai anggota paduan suara, saya dan teman-teman wajib datang lebih awal untuk latihan terakhir. Bahkan jika event berskala besar, hari sebelumnya kami melakukan gladi bersih. Di sini kami belajar bertanggung jawab dan tepat waktu.
4. Sikap sempurna