Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hanya Ada Aku, Bunda, dan Ayah

24 Mei 2020   06:00 Diperbarui: 24 Mei 2020   07:30 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hanya Ada Aku, Bunda, dan Ayah


Ini malam Lebaran paling sunyi dalam hidupnya. Sepanjang ingatan, baru pertama kali malam jelang hari raya tak dihiasi hingar-bingar takbir dan segala pernak-perniknya. Sayup suara takbir hanya terdengar dari masjid besar di bawah bukit.

Tiwi menatap langit malam. Berjalan gelisah memutari balkon. Teras indah berornamen kayu itu didekap sunyi, sama seperti hatinya. Hati yang merindu teman hidup.

Tak banyak benih harapan yang ia tanam. Tiwi sadar, Calvin harus membagi perhatian dengan keluarga kandungnya. Jangan samakan Tiwi dengan Silvi, putri angkat Calvin, yang selalu menginginkan sang ayah di sisinya. Walau demikian, tetap saja hatinya menjerit digilas rindu.

Ponsel pintar dalam genggaman tangan berdering. Hati Tiwi melonjak gembira. Mungkinkah itu suaminya? Lonjakan gembira sekejap berubah jadi lenguhan kecewa. Pop up bertuliskan Jose Gabriel berikut foto pria bermata sipit menari di layar. Bukan, bukan Calvin.

Bimbang menggasak rasa. Bijakkah dia menerima telepon dari masa lalu saat Calvin tak ada di rumah? Jose Gabriel memang memikat dengan keberanian traveling dan menulis buku. Namun...ah, tidak tidak. Tiwi sudah punya Calvin. Impuls dalam otak mendorongnya untuk menggeser ikon 'reject' di handphone.

Tepat pada saat itu, terdengar deru lembut mesin mobil. Tiwi menolehkan kepala. Senyum merekah di wajah cantiknya begitu melihat Nissan X-Trail silver meluncur ke halaman. Sepasang kaki jenjang itu berlari menuruni tangga.

Lihatlah, siapa pria tinggi, tampan, bermata sipit, dan berjas hitam yang baru saja turun dari mobil itu. Lengan Tiwi terentang. Calvin dan Tiwi berpelukan. Bulir-bulir rindu berjatuhan.

Ingin sekali Tiwi memarahi Calvin. Menumpahkan keluh kesah selama absennya dirinya di rumah. Namun, setumpuk kata yang tersusun rapi di ujung lidah ambyar begitu saja saat Calvin menarik kepala Tiwi ke dadanya.

"Bagaimana keadaan Ibu?" Alih-alih omelan, Tiwi meluncurkan pertanyaan bernada peduli.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun