Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jangan Ragu Memilih Pasangan Minoritas

26 Oktober 2019   06:00 Diperbarui: 26 Oktober 2019   06:01 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suatu malam, Young Lady cantik terjebak dalam perbincangan beberapa wanita. Wanita-wanita di sekeliling Young Lady membicarakan kriteria pasangan mereka. Katanya, mereka mengharuskan pasangan mereka pintar. Apa jadinya kalau mendapat pasangan yang bodoh?

Young Lady menyimak pembicaraan mereka dengan wajah datar tanpa senyuman. Dalam hati, Young Lady membantah kalau punya pasangan tak harus pintar. Memiliki pasangan yang lembut, itu yang utama.

Mengapa harus emmiliki pasangan yang lembut? Sebab, kelembutan adalah awal dari semuanya. Hati yang lembut akan terbuka menyerap kepintaran dan kebaikan. Tutur kata yang lembut akan memudahkan seseorang dalam berinteraksi, bahkan mendapat tempat yang baik dimana saja. Perilaku yang lembut merupakan daya tarik individu yang begitu memukau. Buat apa pintar bila berhati keras? Buat apa pintar bila tutur katanya kasar?

Oh ya, satu lagi yang tak kalah penting: pilihlah pasangan dari kalangan minoritas. Mungkin sebagian orang tidak setuju dengan pandangan Young Lady cantik. Silakan saja, bebas beropini. Sebelum tidka setuju, dengarkan dulu rasionalisasinya.

Jangan ragu memilih pasangan dari kalangan minoritas. Minoritas dalam hal etnis, kepercayaan, status sosial, tingkat kekayaan, dan pandangan hidup. Pasangan dari kalangan minoritas akan memulas warna baru dalam hidup kita. Memilih pasangan minoritas sama artinya kita belajar merangkai pelangi dalam kehidupan. Kenapa pelangi? Karena pelangi bermacam-macam warnanya.

Bayangkan, bila kita berpasangan dengan orang dari kalangan mayoritas. Hidup kita akan biasa-biasa saja. Kita akan dihadapkan pada menu yang biasa-biasa saja dalam mengarungi hidup. Masa depan kita sudah tertebak. Menikah, mencicil rumah, memiliki dua anak, dan pensiun. Sudah, begitu saja. Tapi, lain halnya jika kita bersuamikan/beristrikan pasangan dari kalangan minoritas. Kita akan mencicipi pernak-pernik hidup yang berbeda. Perjuangan untuk mendapatkannya pun lebih menantang.

Memiliki pasangan minoritas tak ada ruginya. Pasangan dari kalangan minoritas biasanya lebih sabar dan toleran dalam menghadapi perbedaan. Sadar dirinya berbeda, mereka terlatih bersentuhan dengan keragaman sejak kecil. Pasangan dari kalangan minoritas lebih asyik diajak menjalani hidup dalam pluralisme. Mereka tidak konservatif, radikal, dan kaku.

Pasangan dari kalangan minoritas elbih baik dan lebih spesial dibanding pasangan dari kalangan mayoritas. Kualitas diri mereka meningkat lantaran ditempa berbagai cobaan hidup. Mulai dari stereotip, ditolak mengakses berbagai kesempatan, dan dianggap berbeda. Mereka yang minoritas biasanya lebih kuat dan lebih peka. Empati mereka jauh lebih besar.

Pasangan dari kalangan minoritas biasanya berparas lebih rupawan dari apda orang kebanyakan. Tidak percaya? Logikanya begini. Ada 10 juta penduduk. 9 juta berkulit coklat, 900.000 berkulit gelap, dan 100.000 berkulit putih. Mana yang lebih mencolok? Tentunya yang berkulit putih. Sebab, tampilan fisik mereka lebih spesial dan lebih mudah dikenali dari yang lainnya.

Sekali lagi, ini ahnyalah opini bebas Young Lady. Setuju atau tidak ya terserah Kompasianer. Young Lady pribadi memilih pasangan minoritas dengan satu pertimbangan: senasib. Tak ada perasaan yang lebih kuat melekat dari pada rasa senasib. Kompasianers, kalian pilih minoritas atau may

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun