Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Malaikat Itu Tak Datang di Kegelapan

6 Agustus 2019   06:00 Diperbarui: 6 Agustus 2019   06:51 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tapi...

Benarkah mereka akan datang? Notifikasi yang berebutan masuk ke iPhonenya menjadi jawaban.

Jawaban Bundanya sungguh mengecewakan. Tidak, mereka tidak bisa pergi. Seharian mereka akan tertahan di rumah besar berlantai tiga ini. Semuanya gara-gara pengumuman bodoh yang masuk ke handphone Alea.

Mengapa harus ada gangguan di detik-detik terakhir? Sivia terisak, membenamkan wajahnya di bantal. Tak ada cahaya, tak ada kesejukan, bahkan video call dari Ayahnya pun tak ada. Gangguan besar ini melumpuhkan semuanya. Sivia pun tersadar. Betapa tergantungnya mereka pada listrik. Tanpa teknologi, hidup serasa hampa.

Peringatan ini mengusik hati Alea. Mana mungkin ia biarkan rumah kosong dalam keadaan listrik padam sepanjang hari? Berbahaya sekali. Bisa-bisa sekelompok oknum tak bertanggung jawab mengambil kesempatan dalam kesempitan.

"Jadi, kita nggak akan ketemu Ayah?" ratap Sivia.

Mereka tidak akan datang, Calvin membatin resah. Terlalu berisiko. Rumah sakit ini memang aman dari kegelapan dan ancaman pencurian. Tetapi, rumah-rumah di kompleks yang terselimuti kegelapan itu?

Itu berita terburuk yang diterima Sivia di akhir minggu. Rindunya terlanjur membuncah. Alih-alih bertemu malaikatnya, ia malah terkurung di sini. Terkurung dalam kegelapan dan kehampaan.

Alea merengkuh Sivia. Menciumi pipi anak itu. Jangankan Sivia, Alea pun menyimpan rindu. Dia ingin, ingin sekali memeluk Calvin. Berbagi kehangatan dengannya, bertukar ketenangan bersamanya. Dua wanita cantik beda generasi itu patah hati.

Di rumah sakit internasional itu, hati Calvin berantakan. Kepingan-kepingan hatinya berserakan. Bila bukan minggu ini, kapan lagi? Rasanya Calvin seperti didesak waktu.

Waktu merambat pelan. Tanpa listrik, waktu serasa begitu lambat. Tangis Sivia belum lesap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun