"Iya. Besok kan Jose Phlebotomy. Masa kita enak-enakan honeymoon terus dia sendirian?"
Keduanya beranjak meninggalkan suite. Saat masuk lift, Ayah Calvin memeluk pinggang Bunda Alea.
"Aku memang tidak salah pilih." ucapnya dengan tatapan memuja.
** Â Â
Kekhawatiran Jose tak terjadi. Ia tak sendirian saat Phlebotomy. Ayah-Bundanya setia menemani.
Susah payah Bunda Alea dan Ayah Calvin mencegah Jose makan dan minum beberapa jam sebelum terapi. Jose yang keras kepala belum paham sepenuhnya syarat penting pengeluaran darah dari pembuluh vena. Terpaksa ia menurut. Padahal ia ingin mencicipi bubble tea yang dibuatkan Bunda Alea untuk Ayah Calvin.
"Nanti Bunda buatin spesial buat kamu," janji Bunda Alea dalam perjalanan ke rumah sakit.
Tiba di rumah sakit, mood Jose membaik. Ia disambut ramah Dokter Tian dan para suster. Masih ada waktu setengah jam sebelum terapi. Jose minta izin jalan-jalan sebentar.
Disusurinya koridor rumah sakit. Bermacam suara tertangkap olehnya. Tangisan, jeerit kesakitan, erangan, muntahan, dan ratapan. Lantai, dinding, dan pintu, semuanya berwarna putih. Bagai jalan menuju akhirat.
Memasuki koridor ketiga, Jose berpapasan dengan gadis kecil bergaun biru muda. Gadis itu cantik sekali. Sekilas wajahnya perpaduan antara Tionghoa, Manado, dan Western. Kedua matanya...matanya itulah yang menarik. Mata si gadis berwarna biru pucat. Dilihat dari wajahnya, mungkin ia setahun lebih muda dari Jose.
"Halo," sapa Jose ramah.