Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Seorang Bos Meminta Takjil Gratis

25 Mei 2019   06:00 Diperbarui: 25 Mei 2019   06:09 570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bodohnya, tahun lalu si bos tak tahu diri ini pernah dapat takjil yang tersisa dari Young Lady. Jelas Young Lady cantik tidak mau mengulang kesalahan yang sama. Ngapain berbagi pada orang kaya? No way! Harusnya, yang kaya dong yang punya kesadaran berbagi. Zaman memang sudah gila. Dunia sudah terbalik. Yang kaya meminta-minta makanan gratis.

Anyway, Young Lady bukan orang kaya. Tetapi Young Lady masih punya nurani. Di saat orang berlalu-lalang menyerbu penjual makanan, Young Lady memilih mendatangi orang-orang di pinggir jalan yang hanya bisa menatap miris deretan takjil yang dijajakan. Ketika orang sibuk berburu, Young Lady berbagi.

Balik lagi ke bos berkursi roda itu. Kabarnya, ia terkena stroke. Praktis dia harus memakai kursi roda. Cerita lain menyebutkan, dia bujang karatan yang tak laku-laku. Ketiadaan istri di rumah membuatnya haus kasih sayang dan senang kalau diberi makanan.

Apa pun alasannya, Young Lady sangat tidak suka kalau ada orang kaya/bos yang meminta-minta makanan gratis. Tindakan itu sangat dibenarkan. Sudah punya kelebihan rezeki, kok masih menadahkan tangan? So, Young Lady tak pernah setuju dan tak suka ikut kegiatan berburu takjil gratis. 

What for? Kalau bisa mengadakan sendiri, buat apa nyari yang gratis? Kalau bisa berbagi, kenapa harus meminta? Lain lagi halnya jika konteksnya pemberian, hadiah dengan tulus dari orang spesial terkasih. Itu tidak apa-apa. Asalkan jangan meminta-minta.

Ketika "Calvin Wan" tahu kejadian itu, ia malah menceritakan pengalaman yang hampir sama di tahun berbeda. Namun ceritanya terputus karena Young Lady keburu menangis. Di saat begitu, menangis jadi media katarsis.

Buat Kompasianer yang kaya, yang telah menjadi bos, jangan tiru kelakuan bos scupid itu. Jadilah bos yang dermawan. Mental pemurah lebih baik ketimbang mental pengemis. Dermawan lebih baik dibanding mengiba. Mengangkat tangan lebih baik daripada menadahkannya.

Kompasianer, pernahkah kalian mengalami pengalaman serupa?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun