"Kamu tinggal sendirian, Nak?" Tuan Effendi bertanya memecah kekakuan.
"Iya. Tapi mulai malam ini, saya tidak akan tinggal di sini lagi."
"Kenapa? Oh, pasti kamu mau kembali ke rumah orang tuamu, kan?"
"Ibu saya sudah meninggal." Calvin menunjuk peti pendek itu. Isinya abu jenazah.
"Maaf..."
"Tidak apa-apa. Saya buatkan teh."
Calvin berdiri, lalu berjalan sedikit limbung ke pantry. Akhir-akhir ini keseimbangannya kacau. Tuan Effendi tahu itu. Firasatnya tak enak. Benar saja. Selang lima menit...
Prang!
Sontak Tuan Effendi berlari ke pantry. Teko susu pecah. Bubuk teh bertebaran.
"Calvin!" serunya panik.
Pemuda yang lahir di bulan terdingin itu kesakitan. Ia membungkuk, menahan rasa sakit. Hidungnya berdarah-darah.