"Jangan tinggalkan Abi..." pinta Abi Assegaf.
"Tidak. Saya akan jadi mata untuk Abi."
Janji, serangkaian frasa yang harus ditepati. Ucapan pemuda berhati malaikat itu konsisten. Jangan samakan Calvin Wan dengan para politisi penebar janji palsu. Pengalaman hidup mengajarkannya untuk menepati janji.
"Tinggallah di sini, Calvin. Abi butuh kamu." Abi Assegaf memohon.
"Insya Allah."
Detik berikutnya, Calvin terkejut dengan ucapannya sendiri. Mengapa dua kata itu mudah sekali terlontar? Seakan telah akrab, telah sering terucap.
"Semoga Allah selalu memberikan berkahNya untuk Abi."
Mengapa, mengapa ia mudah sekali mendoakan Abi Assegaf secara Islam? Tak tertera kata 'Muslim' di kartu identitasnya. Namun, mengapa Calvin sangat nyaman dengan ekspresi iman ajaran Prophet Muhammad?
Embun mencairkan kebekuan di hati Calvin. Bongkahan es di dasar hatinya patah. Tidak, seseorang dari kalangan itu butuh dirinya. Jika ekspresi iman mereka berbeda, bagaimana mungkin sosok pemuas kerinduan ayah yang dikasihinya akan merasa nyaman? Kebutaan Abi Assegaf membuka mata hati Calvin.
** Â Â
Ku melintas pada satu masa