"Kembali ke Refrain?" ulang Arlita tak percaya.
Abi Assegaf mengiyakan. Lembut memeluk pundak istrinya. Arlita masih setengah tak percaya. Sudah lama ia tak bersiaran. Bahkan ia tak berencana kembali lagi mengudara. Mengurus keluarga dan butik cukup menguras waktunya. Meski berhenti mengudara, rasa cinta Arlita pada radio tetap dalam jiwa.
"Ayolah Arlita, bukankah kamu punya jam terbang sangat tinggi? Bukankah dulu kamu pernah memandu Kuliah Subuh, bahkan sebelum kamu jadi mualaf?" bujuk Abi Assegaf lembut.
"Iya, tapi itu dulu..."
"Refrain butuh kamu, Sayang."
Dalam hati, Arlita menahan tanda tanya. Mengapa suaminya tak mencari pengganti Deddy? Mengapa bukan Adica saja? Mengapa harus dirinya?
"Kamu atau Refrain yang lebih butuh aku?" desis Arlita.
Mendengar itu, Abi Assegaf terenyak. Dadanya kembali terasa ditusuk ribuan jarum. Baik dirinya maupun Refrain memerlukan sosok Arlita.
"Kamu menuruti kata hatimu sendiri atau permintaan Bunda Rika?" Arlita mencecar, nadanya interogatif.
Bukannya menjawab, Abi Assegaf bergerak mengambil biola putih. Digesekkannya bow, lalu ia bernyanyi.