"Assegaf, jangan pernah ucapkan kata pisah. Aku tak mau mendengarnya lagi darimu." Arlita memohon.
Satu anggukan dan kerlingan mata sudah cukup. Beban berat di hati Arlita sedikit terangkat. Perpisahan, mimpi terburuk pasangan yang telah menikah. Jangan sampai ada perpisahan lagi untuk kali kedua.
** Â Â Â
Bila Arlita mengusap air mata kesedihan, Tuan Effendi mengusap air mata kemarahan. Ayah dua anak itu marah pada keadaan. Hati dan jiwanya tak terima bila sang anak pertama terlalu dekat dengan ayah lain.
Sebulir air mata kemarahan membasahi dokumen-dokumen yang belum ditandatanganinya. Tak berkonsentrasi bekerja di kantor, Tuan Effendi membawa semua pekerjaannya ke rumah. Hati komisaris utama itu berantakan gegara pimpinan Assegaf Group yang terlalu dekat dengan putranya.
Nyonya Rose bukannya tutup mata. Dia sangat memahami perasaan suaminya. Namun, apa yang bisa dilakukan?
Satu-satunya yang bisa dilakukan sang nyonya sosialita hanyalah membuatkan cappucino. Mengantarkannya ke ruang kerja Tuan Effendi. Celakanya, saat itu Nyonya Rose lupa mematikan streaming Refrain Radio dari iPhone. Suara radio terdengar jelas.
"Ini untukmu, Sayang." kata Nyonya Rose seraya meletakkan segelas cappucino di atas meja.
"Kau mendengarkan Refrain?" sergah Tuan Effendi.
"Iya. Memangnya tidak boleh mendengarkan siaran anak sendiri?"
Prang!