Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Tulang Rusuk Malaikat] Diskriminasi Lift

24 Oktober 2018   06:00 Diperbarui: 24 Oktober 2018   06:05 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kau tahu, aku tak cukup kuat naik tangga? Berkali-kali aku hampir jatuh, Syifa. Dan...sebelum aku ke sini, aku merasa sangat mual sampai tak bisa..."

Hati Syifa tersayat pedih. Ia eratkan pelukannya. Bisakah rasa sakit dipindahkan? Jika bisa, ingin sekali Syifa memindahkan sakit Adica ke tubuhnya. Biar dirinya saja yang merasakan sakit.

Elusan lembut Syifa mengalirkan kenyamanan. Adica memejamkan mata sesaat, bersandar di pelukan gadisnya.

Sungguh, Syifa mengerti. Dia paham bagaimana rasanya menjadi Adica. Dengan halus, diraihnya tangan Adica. Dipapahnya tubuh itu ke luar kelas.

"Kita pulang ya...aku temani kamu. Aku takkan meninggalkanmu. Kau bisa istirahat lebih nyaman di rumah. Lupakan kejadian tadi, ok?"

Ada rasa sakit, ada penawarnya. Syifa terus menenangkan dan menyabar. Tuan putri menyabarkan tuan muda. Jika sudah begini, tak ada yang bisa memisahkan mereka.

Tiba di lorong dengan jajaran lift di kanan-kirinya, Syifa melempar pandang benci. Ternyata almamaternya tak ramah pada orang-orang istimewa. Tidak, jangan harap Syifa akan menyebut warga difabel dan orang berpenyakit serius sebagai orang tak berguna. Ia lebih suka menyebut mereka istimewa. Ironisnya, kampusnya yang megah dan prestise itu masih diskriminatif.

Bisikan-bisikan penuh tanya di belakang punggungnya ia hiraukan. Fokus perhatiannya tercurah hanya untuk pemuda tampan di sampingnya. Tuan putri konglomerat sungguh-sungguh telah terpanah asmara.

"Syifa, kau mau telepon siapa?" tanya Adica lirih. Menerima tas biola karena gadis itu meminta dipegangkan sebentar.

"Abi. Biar Abi bereskan orang-orang diskriminatif itu. You know-lah, Abi kita kan donatur terbesar di yayasan universitas ini. Aku tak mau kuliah di kampus yang diskriminatif pada orang-orang istimewa. Sabar ya, Sayang...kupastikan ini hanya akan terjadi satu kali."

Adica terenyak. Kasih akan menang, diskriminasi dan prasangka terkalahkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun