Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Tulang Rusuk Malaikat] Diskriminasi Lift

24 Oktober 2018   06:00 Diperbarui: 24 Oktober 2018   06:05 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Jangan...tidak usah. Sungguh, aku tidak apa-apa." lirih Calvin.

"Tidak apa-apa bagaimana? Kau sepucat mayat hidup, Adica!" jerit Syifa setengah histeris. Mengabaikan tatapan kaget teman-temannya. Kemunculan pemuda setampan Adica dengan biola dan inisiatif mengantarkan tab yang tertinggal tanpa diminta sungguh memesonakan para gadis di kelas itu.

"Adica, jangan bilang tadi kau naik tangga." Desah Syifa khawatir.

Tanpa jawaban pun, semuanya jelas. Wajah Adica pucat pasi. Langkah setengah limbung yang tak lagi tegap dan ringan. Pancaran rasa sakit di mata itu...demi apa pun, Syifa tak tega.

"I know. Berat bagimu naik tangga...aku paham sekali, Adica Sayang."

Nada suara Syifa melembut. Pelan diambilnya tas biola dan tab. Ia letakkan dua benda itu di bangku. Syifa merengkuh Adica dalam dekap hangatnya. Adica dan Syifa berpelukan, erat dan lama. Dunia boleh jadi milik mereka berdua.

Seisi kelas tertegun. Tak pernah sebelumnya, Asyifa Assegaf yang mereka kenal begitu cantik, populer, dan kaya, dekat dengan seorang pemuda. Sungguh baru kali ini, mereka lihat putri tunggal Zaki Assegaf terlihat sangat mencintai makhluk Tuhan bernama pria. Sehebat apa Adica sampai bisa meluluhkan hati Syifa?

"Dia bukan apa-apa...hanya Profesor di tengah kumpulan mahasiswa bodoh. Sudah jadi Profesor sesombong itu, bagaimana kalau jadi pimpinan?" kecam Revan.

Calvin dan Silvi hanya diam. Hancur sudah mood kakak-beradik Manado Borgo bermata biru itu untuk mengikuti kelas. Mereka kecewa berat dengan sikap pendidik kurang sejati.

"...Iya, pendidik sejati tidak akan mendiskriminasi orang lain. Lanjutkan, Sayang. Curahkan semua padaku."

Syifa membelai hangat punggung Adica. Pelukannya tak ia lepas. Stay cool saja dengan reaksi berlebihan para gadis dan tatapan iri para pemuda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun