-Konfeti 6-
Pemuda orientalis dan gadis Minang-Inggris. Cukup serasi. Mereka berdansa waltz, menari seirama musik. Taman kota bermandikan cahaya lampu. Para pemain musik berdiri di balik rerimbun pepohonan, tersembunyi dari sepasang kekasih itu.
"Suka kejutannya, Sayang?" tanya pemuda oriental itu. Menyibak anak-anak rambut Calisa, menyelipkannya ke belakang telinga.
"Ya..." jawab Calisa resah.
Wajah oriental itu memburam seketika. Sedikit kecewa dengan reaksi gadisnya yang terlalu standar.
"Terima kasih, Adica." Calisa buru-buru menambahkan, membelai pelan pipi pemudanya.
Sungguh, Calisa tak ingin di sini. Tubuhnya di taman, namun jiwanya melayang ke rumah sakit. Rasa bersalah memukul-mukul jiwa. Seakan dirinya berbahagia di atas kesedihan orang lain.
"Calisa, cepat selesaikan skripsimu. Lalu aku akan melamarmu." pinta Adica.
Kedua mata Calisa mengerjap. Mengapa hatinya justru sedih? Bukankah lamaran adalah hal yang paling ditunggu-tunggu wanita dari kekasihnya? Tapi, ia tak bahagia. Calisa merasa tidak menginginkannya.
Pelan dilepasnya genggaman tangan Adica. Dilangkahkannya kaki ke gerbang taman. Adica mengejarnya.
"Maaf Adica, aku harus pergi. Sahabatku sedang sakit."