"Siapa, Dokter Tian?"
Pertanyaannya terjawab seketika. Dua sosok tampan dan cantik baru saja tiba. Sosok-sosok inilah yang mewariskan gen baik pada Calvin. Keduanya mempercepat langkah, kemudian memeluk pemuda rupawan berwajah pucat di atas bed.
"Papa? Mama?" Bibir Calvin bergerak, menyebut nama mereka.
Demi Allah, ini bukan harapannya. Justru ingin dia sembunyikan sakit ini serapat-rapatnya dari mereka. Namun, mengapa harus begini?
"Jangan salahkan Papa Tian. Papa memberi tahu orang tuamu karena mereka berhak tahu." Albert berkata dengan nada memohon.
Tidak, Calvin takkan menyalahkan sesiapa. Mungkin memang sudah takdirnya bagi mereka untuk tahu. Rusaklah segala rencananya.
Lima jam hemodialisa dan single use. Tangan kokoh nan hangat milik Tuan Effendi menggenggam kuat tangan Calvin ketika perawat memasangkan blood lineakan pada AV shunt di lengannya. Calvin menahan kesakitan, tangan lembut Nyonya Rose ikut memberikan genggaman. Menyalurkan kekuatan dan sugesti positif. Ada energi baik di situ, energi untuk terus bertahan.
"Malaikatnya Mama dan Papa pasti kuat...pasti sembuh."
"Malaikatnya Mama dan Papa harus tegar...tidak boleh menyerah."
Mereka bergantian menghiburnya. Menguatkannya di saat-saat paling menyakitkan. Mengalirkan semangat hidup dan motivasi.
** Â Â