Blogger dan pewaris perusahaan retail setampan Calvin Wan pun bisa hopeless juga. Tak henti diedarkannya pandang ke sekeliling unit hemodialisa. Sebuah ruangan luas penuh dengan bed-bed yang dilengkapi hemodialisis. Ruangan itu sangat dingin, AC di-set dengan suhu cukup rendah. Aroma darah tercium tajam.
Sebagian tempat tidur terisi. Terlihat Dokter Tian, ayah angkat Albert itu, tengah melakukan bed-side examination ke tempat tidur paling ujung. Tempat tidur dekat pintu tersebut ditempati seorang anak lelaki berkulit hitam. Satu tangannya memegang buku pelajaran.
"Selamat ulang tahun, Adik Kecil..." Dokter Tian melempar ucapan, merangkul dan mencium pipi pasien kecilnya.
Seraut wajah legam itu mengguratkan senyum. Senyuman sangat tipis. Menyenangkan rasanya melihat anak kecil tersenyum. Calvin tahu, jarang sekali senyuman terpeta di wajah si pasien kecil.
"Wow, Papamu masih penyayang anak-anak juga ya. Padahal anaknya udah besar, tengilnya setengah mati." komentar Anton, melirik Albert.
"Iya dong, Papa Tian!" kata Albert bangga, sengaja mengeraskan volume suaranya saat memuji. Sukses mengundang tatapan-tatapan pasien hemodialisa lainnya.
Dokter Tian tersenyum sekilas pada Albert, Calvin, dan teman-temannya. Lalu bergerak ke tempat tidur berikutnya.
Lagi-lagi, Calvin mengawasi dari manik mata. Lekat ia perhatikan ketika Dokter Tian menghadapi pasien berumur 35 tahun dengan kaki bengkak. Pasien itu sangat mengesalkan. Ia bertanya-tanya kapan ia akan sembuh. Mengapa ia harus cuci darah terus.
"Maaf Pak, saya jelaskan lagi ya. Hemodialisa itu tidak untuk menyembuhkan, tapi untuk mempertahankan hidup. Hemodialisa adalah satu di antara tiga pilihan: CAPD, transplantasi, dan hemodialisa..."
Tak cukup sampai di situ. Dokter yang telah mengadopsi dan merawat Albert sejak lahir itu mengambil selembar kertas HVS. Menggambar organ ginjal, menjelaskan semuanya dengan bantuan gambar. Edukasi panjang untuk pasien. Kesabaran teruji.
"Ayahmu luar biasa..." Calvin memuji dengan tulus.