Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memarahi Anak di Depan Umum, Pantaskah?

12 Agustus 2018   06:03 Diperbarui: 12 Agustus 2018   07:16 853
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Young Lady cantik tetap saja tak habis pikir. Mengapa harus mempertengkarkan biaya kuliah di depan banyak orang? Kalau pun mau emosi, tahan dulu bisa kan? Simpan saja, seperti lagunya Ecoutes. Simpan sampai ada waktu untuk mengatur pikiran dan mengatasinya.

Rasanya masih gagal paham juga, mengapa ada keluarga yang sebegitu emosinya hanya karena biaya pendidikan. Well, apakah kemiskinan dan masalah ekonomi bisa membuat orang lain menjadi temperamental?

Anyway, memarahi anak di depan umum bukanlah tindakan bijak. Semarah apa pun orang tua, janganlah memarahi anak di depan banyak orang. Memarahi anak di depan umum sama saja mempermalukan mereka. Secara tidak langsung, orang tua membocorkan kesalahan anak mereka pada banyak orang. 

Memang benar bahwa bila anak melakukan kesalahan, ia harus diberi tahu. Tetapi, jangan sampai orang lain tahu kesalahan anak. Kelebihan anak dibanggakan, kekurangannya ditutupi. Memarahi anak di depan umum sama artinya dengan melanggar privasi mereka, membeberkan aib/hal negatif tentang mereka pada orang lain, dan merusak image mereka. Terlebih, bila orang tua memarahi anak di depan teman-teman dan pasangannya.

Anak akan sakit hati saat dimarahi di depan umum. Tak hanya itu, mereka juga akan malu. Bisa-bisa si anak merasa underestimate dan menghindari berada di lingkungan yang sama dengan tempat mereka dimarahi. Dampak lainnya, si anak akan merasa takut. Takut berbuat salah, takut hal serupa terulang lagi.

Sebisa mungkin, tahan diri jika ingin memarahi anak. Cari ruang private, lalu ingatkan anak tentang kesalahannya. Usahakan agar tidak ada orang lain yang mendengar, melihat, dan mengetahuinya. Selesaikan saja urusan kesalahan itu hanya dengan si anak. Melibatkan lebih banyak orang hanya akan membuat anak merasa malu sebab kesalahannya diketahui banyak orang. 

Jangan permalukan anak, jangan membuatnya stress dan tertekan. Ingatlah bahwa anak juga punya citra, punya image yang harus dijaga. Selama ini kita hanya sering mendengar, anak harus menjaga nama baik keluarga. Anak jangan membuat malu keluarga. Begitu pun sebaliknya. Keluarga juga tidak boleh mempermalukan anak. Boleh menceritakan atau membuat orang lain tahu tentang anak, tetapi ceritakan hal-hal positifnya saja. Jangan ceritakan kekurangan dan kesalahannya.

Kompasianers, pernahkah kalian mengalami atau melihat situasi seperti ini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun