Meski merelakan, sudut hati kecilnya meneriakkan kesedihan. Dia sedih sekali harus terpisah dari Silvi. Jika boleh memilih, ingin rasanya ia terbang ke Turki sekarang juga dan membawa Silvi kembali ke Indonesia.
Telepon di meja kerjanya berdering. Segera diangkatnya.
"Pak Calvin, maaf. Ada yang ingin bertemu Anda."
"Siapa, Zeva?"
"Khrisna, karyawan dari divisi pemasaran."
Rekaman di sudut ingatan Calvin membuka. Khrisna bukan karyawan biasa. Di antara sekian banyak karyawan, Calvin paling ingat namanya. Selain karena kinerjanya baik, Calvin pernah punya beberapa pengalaman berkesan dengannya.
Di ujung telepon, sekretaris pribadinya menanti dengan sabar. Mulai keheranan karena atasannya mendadak terdiam.
"Bagaimana, Pak? Apa dibolehkan masuk saja?"
Calvin mengangguk. Lalu tersadar kalau ia sedang berbicara lewat telepon. Manusia ternyata bisa menjadi sangat bodoh jika sedang galau.
** Â Â Â
Langkah kakinya teredam karpet tebal. Senyum dan aura kharismatik Calvin perlahan menenangkan hatinya. Begini rasanya berada di dekat seseorang yang memiliki kedudukan dan sisi spiritual yang lebih dari orang kebanyakan.