Bulan Februari lalu, keluarga Young Lady kembali berduka. Kematian datang lagi. Kali ini menimpa istri kedua dari salah satu anggota keluarga. Beliau meninggal di Hari Jumat, sebuah hari yang sangat baik. Semoga arwahnya mendapat tempat terbaik di sisi Allah.
Ada dua kata yang perlu digarisbawahi: istri kedua. Ya, dua buah kata yang menakutkan bagi sebagian besar wanita. Wanita mana yang mau jadi istri kedua?
Nah, istri kedua yang baru meninggal itu dipanggil Allah dalam usia middle life. Tanpa sakit serius, tanpa drama kecelakaan. Meninggal tetiba, di hari yang baik.
Walau tak punya kenangan khusus tentangnya, Young Lady merasa kehilangan juga. Terutama menyesali akhir kisahnya. Meninggal dalam kesendirian, tanpa kasih seorang pria yang berani menjadikannya istri kedua.
Bersama kelima anaknya, wanita tangguh ini berjuang sendirian menyambung hidup. Tanggung jawab suami tak pernah ia rasakan manisnya. Istri kedua yang malang karena harus bekerja keras memenuhi kebutuhan dirinya dan anak-anaknya.
Masih segar dalam ingatan. Waktu masih kecil, waktu belum pindah rumah, istri kedua itu beberapa kali datang ke rumah Young Lady. Nyonya Besar-ibunya Young Lady-memberikan pakaian untuk anak-anak perempuannya.Â
Senang juga melihat gaun-gaun cantik yang dulunya milik Young Lady cantik dipakai anak itu. Karena mantan pemiliknya cantik, sudah jelas dressnya juga cantik.
Saat Ied Mubarak 4 tahun lalu, tanpa diduga wanita itu datang bersama anak-anaknya ke rumah utama dimana keluarga biasanya berkumpul. Begitu menginjakkan kaki di rumah utama, anaknya yang terkecil berlari ke pelukan ayahnya yang tak bertanggung jawab. Sang ayah kebingungan. Sementara anaknya yang terabaikan menangis di pelukannya sambil memanggil-manggilnya Papa.
Sudah tak bertanggung jawab, ternyata si ayah malah tak mengakui anaknya. Bahkan setelah ada tangisan dan permohonan untuk diakui. Tetap saja tak ada pengakuan.
Adegan melodrama tersaji di depan mata. Pahit dan ironis. Selama ini, hanya istri pertama yang dibawa suami dan ayah tak bertanggung jawab itu. Madunya tak pernah dibawa. Tidak pula dinafkahi dan dipenuhi hak-haknya sebagai seorang istri.
Lagi, kegagalan dan keburukan poligami terjadi. Wanita menjadi korban. Pria memang biadab.