Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Refleksi Hari Perempuan, Jangan Mau Jadi Budak Laki-laki

9 Maret 2018   05:24 Diperbarui: 9 Maret 2018   07:05 1556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan cantik ini khusus ditujukan untuk para perempuan, atau Young Lady lebih suka menyebutnya wanita. Kata 'perempuan' terkesan lebih kasar maknanya dibandingkan 'wanita'. Young Lady tak mau disebut 'perempuan', tetapi wanita. Toh gelar Young Lady di Kompasiana bukanlah 'female' or 'woman', tetapi 'Lady'. Maknanya lebih halus, lebih anggun, dan lebih tinggi derajatnya. Ingat, Young Lady tak suka dipanggil 'perempuan'.

Kemarin ada seorang laki-laki yang mengucapkan Selamat Hari Perempuan pada Young Lady. Terus terang saja, Young Lady kesal, tak suka, dan merasa itu salah. Pertama, laki-laki itu menyebut kata 'perempuan'. Padahal Young Lady paling tidak suka disebut 'perempuan'. Pemilihan kata 'wanita' jauh lebih baik.

Kedua, memangnya siapa dia? Dia itu siapa? Hanya lelaki, bukan sesama perempuan. Kecuali bila yang mengucapkannya wanita atau perempuan, Young Lady akan suka. Tetapi ini yang mengucapkannya lelaki. Bukan siapa-siapa pula. Bukan orang penting, bukan tokoh terkenal, bukan public figure. Hanya lelaki yang mengasihani Young Lady cantik. Sampai sekarang belum terbongkar apa motif yang sebenarnya. Hanya laki-laki biasa yang sok misterius, Kompasianer yang mau hampir setiap hari membacakan buku yang tak disukainya buat Young Lady. Sudut hati mulai luruh, tetapi rtak ada lagi keinginan untuk mempercayai makhluk Tuhan yang namanya laki-laki.

Pokoknya, Young Lady paling tidak suka bila disebut 'perempuan'. Sebutlah wanita, bukan 'perempuan'. Young Lady tak suka.

Ini bisa jadi refleksi bagi para wanita. Soal kecil maupun perkara besar, para wanita jangan mau menjadi budak para lelaki/pria yang mudah direndahkan. Jangan mau jadi korban patriarki. Zaman now, bukan saatnya lagi para wanita tergantung oleh lelaki dan berada di bawah bayang-bayang mereka. Bangkitlah, jalani hidup sendiri tanpa lelaki.

Lelaki hanya bisa menyakiti wanita. Tak terhitung banyaknya wanita yang menjadi korban diskriminasi dan penyiksaan para lelaki, entah fisik maupun psikis. Catatan sejarah merekam kasus-kasus diskriminasi yang terus berulang. Dan pelaku diskriminasi yang mendera kaum wanita, tak lain adalah makhluk Tuhan bernama laki-laki.

Sejarah terus berulang. Kesalahan yang sama seakan jadi cerita lama. Sampai sini, masihkah wanita mau jadi budaknya lelaki? Kalau Young Lady tidak mau.

Pernah nonton film Dilan? Di situ, feminismenya begitu terasa. Apakah benar di era 90-an wanita seperti itu?

Celakanya, film dan novel favorit Young Lady juga mengandung sisi patriarki. Ayat-Ayat Cinta bagian pertama dan kedua. Poligami, istri cantik dan salehah yang mau dibawa kemana saja dalam berjuang di jalan Allah, wanita yang mengejar cinta lelaki. Itu semua tak luput dari patriarki dan dominasi lelaki untuk membuat wanita takluk.

Tak bisakah situasi dibalik? Janganlah wanita yang terus-menerus berjuang mendapatkan cinta lelaki, jatuh ke pelukan lelaki, dll. Sekaranglah saatnya lelaki jatuh ke kaki wanita. Wanita bisa menaklukkan lelaki, asalkan tetap dengan cara yang tepat.

Jadi wanita perkasa nampaknya lebih baik dibandingkan jadi wanita lemah lembut, penurut, dan kalem. Tetap menjadi religius itu baik. Namun jangan sampai religiositas seorang wanita dimanffaatkan para lelaki untuk kepentingannya sendiri. Misalnya menjadikannya boneka seks, pelayan berstatus istri, wanita simpanan, kekasih gelap, selingkuhan, wanita panggilan, atau sekadar wanita yang dikasihani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun