Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menertawakan Anak Disabilitas, Menertawakan Ciptaan Tuhan

24 Februari 2018   18:06 Diperbarui: 24 Februari 2018   18:13 945
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Jawa Pos)

Anggaplah tulisan cantik ini sebagai teguran. Nyatanya, Young Lady memang ingin menegur dengan cantik. Mainnya cantik, anggun, dan elegan.

Ceritanya, beberapa hari lalu Young Lady dibuat terkesan oleh salah seorang dosen favorit di prodi. Dosen itu tampan, tampan sekali. Fortunately, Young Lady cantik beruntung menjadi salah satu mahasiswa yang berada di bawah tanggung jawab perwaliannya. Dosen walinya tampan, mahasiswanya cantik. Klop kan?

Dosen tampan itu bercerita di kelas tentang penelitiannya. Melibatkan psikolinguistik dan neurolinguistik. Kajian yang sangat menarik. Menariknya lagi, penelitian ini tentang anak-anak berkebutuhan khusus. Intinya, penggunaan bahasa untuk anak tunarungu. Anak tunarungu dan tunawicara ternyata rentan pula menjadi tunabahasa. Bahasa isyarat sama sekali bukan jaminan bahwa mereka menguasai bahasa dengan benar.

Saat menceritakan tentang anak-anak yang tidak bisa mendengar, tetiba saja sebagian mahasiswa tertawa. Mereka menertawakan anak-anak difabel itu. Entah apa yang lucu dalam cerita itu.

Young Lady cantik adalah satu dari sedikit mahasiswa yang tidak tertawa. Jahat sekali bila menertawakan anak disabilitas. Dan Young Lady boleh berterima kasih pada sedikit mahasiswa lainnya yang tidak ikut menertawakan.

Bila sebagian mahasiswa tertawa, Young Lady tetap dingin seperti biasa. Tanpa senyum, ketus, dan dingin. Sejak calon Pastor Katolik tampan itu pergi, Young Lady semakin jarang tersenyum tulus kecuali terpaksa. Di saat begini, Young Lady makin rindu biarawan tampan itu. Mestinya dialah yang membacakan buku itu untuk Young Lady, bukan orang lain. Sayangnya, Young Lady tak punya pilihan lain lagi. Walau masih ada sepercik kasih yang lembut untuk si pembaca Ayat-Ayat Cinta 2 itu. Hati yang tak bahagia makin tak bahagia melihat mahasiswa-mahasiswa tak tahu diri itu tertawa.

Patutkah menertawakan anak-anak difabel dengan hambatan mereka? Tidak. Jangan pernah lakukan itu. Menertawakan mereka, berikut dengan kesulitan yang mereka hadapi, sama sekali bukan hal bijak. Hanya orang yang tidak punya hati dan empati yang menertawakan anak-anak disabilitas.

Terus terang, Young Lady kecewa berat dengan teman-teman sekelas yang tertawa. Ilfeel tingkat dewa. Kalau itu kekasih atau orang terdekat, langsung Young Lady pecat. Beraninya menertawakan anak disabilitas. Menertawakan ciptaan Tuhan yang justru punya banyak karunia lain di balik kekurangannya. Menertawakan ciptaan Tuhan sama saja melecehkan Tuhan. Sudah pasti, mereka tidak punya empati sama sekali. Barangkali tak punya hati. Apa tidak ada hal lain yang lebih bermanfaat yang bisa mereka lakukan dibanding menertawakan anak-anak dengan kekurangan fisik?

Dari pada menertawakan, mengapa tidak berusaha menolong? Atau paling tidak, punya nurani sedikitlah. Anak disabilitas tidak untuk ditertawakan, melainkan dikasihi. Bukan dikasihani, tetapi dikasihi.

Honestly, Young Lady selalu kagum pada orang-orang yang mau membaktikan hidupnya untuk anak disabilitas. Guru, dosen, relawan, orang tua, atau siapa pun yang mau memberikan diri, waktu, cinta, dan kasihnya untuk anak berkebutuhan khusus. Salute pada orang-orang normal yang mau menikahi pasangan berkebutuhan khusus. Itu luar biasa, itulah bentuk cinta yang sangat tulus. Jika tipe orang macam itu kekasih Young Lady, takkan ditinggalkan sampai kapan pun. Cinta dan kasih luar biasa dari hati yang tulus.

Masih berani menertawakan mereka? Coba bayangkan bila keluarga, pasangan, sahabat, atau diri kalian sendiri yang memiliki kekurangan fisik? Apakah kalian akan tertawa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun