Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Secret Admirer", Sebuah Mental Penakut

24 Februari 2018   06:12 Diperbarui: 24 Februari 2018   12:52 1272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: life.idntimes.com

Dalam dunia romance, mungkin secret admirer dianggap menarik. Orang yang diam-diam meletakkan bunga di loker milik orang yang disukainya, memberikan hadiah tanpa nama, menulis surat cinta yang lebih mirip surat kaleng, dll. Tindakan-tindakan di belakang layar si penggemar rahasia dijamin membuat hati banyak wanita meleleh. Apakah selamanya begitu?

Rasanya tidak. Young Lady tidak sama seperti kebanyakan wanita yang luluh oleh secret admirer. Coba berpikir cantik dengan logika. Terkadang wanita lebih sering menggunakan rasa dari pada logika.

Selain laki-laki yang berkhianat, hal lain yang paling dibenci Young Lady dari dunia romance adalah secret admirer. Mengapa harus benci? Karena mereka seperti lagunya D`masiv, tak punya nyali. Ya, secret admirer sama sekali tak punya keberanian mengungkapkan perasaan.

Ok fine. Menyembunyikan perasaan dibenarkan bila ingin menyelamatkan situasi, menghindarkan konflik, dan mencegah salah paham. Namun selain itu, tak ada alasan untuk menyembunyikan rasa cinta, kagum, dan suka.

Secret admirer layak disebut mental pengecut. Artinya sebuah kepengecutan yang dibungkus dalam tindakan manis di belakang layar. Memberikan hadiah tanpa nama, mengirimkan surat tanpa alamat pengirim, memberi dukungan misterius saat seseorang tertimpa masalah seolah dia tahu segalanya tentang orang yang disukainya, dan berbagai tindakan konyol lainnya. 

Konyol menurut Young Lady, sebab dia hanya berani bermain di belakang layar. Jika berani menyukai, berani pula mengungkapkannya.

Saat kita menyukai seseorang, ada konsekuensi tertentu yang harus dihadapi. Salah satunya, konsekuensi untuk berani mengungkapkan. Hello, zaman now begini, masihkah konsep mencintai diam-diam terasa indah? Nampaknya tidak. Di zaman serba canggih, apa pun bisa terjadi setiap saat. Jam enam pagi status masih single, jam sebelas siang bisa jadi taken.

Memang benar. Mencintai tak selalu memiliki. Akan tetapi, cinta yang disembunyikan rapat-rapat justru sangat menyiksa para secret admirer. So, buat apa terus bertahan sebagai secret admirer?

Budaya malu itu perlu. Letakkan dan lihat dulu kapan kita harus meletakkan budaya malu. Apakah mengungkapkan perasaan cinta, suka, sayang, dan kagum terkategori harus disensor dengan budaya malu? Rasanya tidak. Setiap orang berhak mencintai, mengagumi, menyayangi, dan menyukai. Mereka pun berhak mengungkapkannya.

Lantas, punya alasan apa lagi untuk menjadi secret admirer? Minder? Tidak percaya diri? Takut ditertawakan dan direspon negatif oleh si dia? Singkirkan jauh-jauh rasa minder, takut, dan tidak percaya diri. Santai saja, anggaplah seperti curhat pada teman terdekat. Seburuk-buruknya reaksi orang yang disukai, toh masih direspon. Dari pada diabaikan sama sekali.

Percayalah, berani itu lebih baik dibandingkan takut. Bukankah "diam itu emas, bicara itu berlian"? Hayo, Kompasianer pilih yang mana?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun