Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Spesial] Mata Pengganti, Pembuka Hati: Picky

5 Februari 2018   06:04 Diperbarui: 5 Februari 2018   06:09 784
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Silvi akan menikah. Mengagetkan, sungguh mengagetkan. Benarkah berita itu?

"What? Si Silvi mau married? Masa sih?"

"Ah, jangan-jangan hoax."

"Kemarin-kemarin kan ada liburan palsu tuh. Siapa tahu aja, sekarang mulai tren pernikahan palsu."

Bisik-bisik ragu. Tatapan mata melebar tak percaya. Alis terangkat.

Sementara itu, Silvi yang menjadi objek pembicaraan, hanya melempar senyum cantik. Manis saja menanggapi reaksi teman-temannya.

"Memangnya aku se-picky itu ya?" desahnya, pelan menyesap Italian chocolate-nya.

"Hmm....iya sih. Kamu tuh terlalu picky tauuuu. Masa kamu pernah bilang kalo kamu nggak akan mau nikah kecuali sama pria super tampan dan super kaya yang mau membiayai pernikahan kalian dengan kekayaannya?"

Gadis blasteran Sunda-Inggris itu tertawa. "Iya, benar. Dan aku tidak menarik kata-kataku."

"Jadi, beneran ada pria super tampan, super kaya, dan bersedia mengeluarkan uang buat pernikahan kalian?"

"Yups. Ada."

Kembali meja bundar dikelilingi enam kursi itu ribut oleh sorakan, tepukan, dan teriakan nyaring. Mereka terkena virus kepo berjamaah. Penasaran sekali siapa pria itu.

"Mungkin kalian tahu. Yang jelas, dia blogger terkenal. Pengusaha, model juga. Ganteng udah pasti."

"Siapa? Siapa?"

**        

Malam tak 'kan pernah indah tanpa bintang-bintang

Begitupun hatiku tanpamu

Sekian lama kita harus terpisah demi waktu

Ku jalani hariku tanpa kehadiranmu

Jelas sangat menyiksaku memikirkanmu

Kasih betapa kuterbelenggu rindu

Adakah kau tahu, Aku juga rindu kamu

Adakah kau tahu

'Kan ku jaga semua, cerita tentang kita

Sampai kau kembali

Ku ingin kau tahu, aku sungguh rindu kamu

Ku ingin kau tahu

Rindu yang kita rasa, buktikan cinta kita

Tetap bersemi selamanya

Sendiri aku di sini berteman malam sepi

Menggelitik jiwaku terus membayangkan kamu

Betapa ku terbelenggu rindu

Adakah kau tahu, Aku juga rindu kamu

Adakah kau tahu

Kan ku jaga semua, cerita tentang kita

Sampai kau kembali

Ku ingin kau tahu, aku sungguh rindu kamu

Ku ingin kau tahu

Rindu yang kita rasa, buktikan cinta kita

Tetap bersemi selamanya

Bersemi selamanya

Adakah kau tahu, Aku juga rindu kamu

Adakah kau tahu

Kan ku jaga semua, cerita tentang kita

Sampai kau kembali

Ku ingin kau tahu, aku sungguh rindu kamu

Ku ingin kau tahu

Rindu yang kita rasa, buktikan cinta kita

bersemi selamanya (Bunga Citra Lestari ft Joe Taslim-Rindu Kamu).

Kian larut, malam kian dingin. Di saat kebanyakan orang lebih memilih terlelap di balik selimut, Calvin justru bangun. Tahajud, menulis artikel, lalu bermain piano. Untaian lirik lagu bernafas kerinduan ia nyanyikan sepenuh hati.

Lagu itu untuk calon istrinya. Gadis yang dianggap terlalu picky. Calvin pun menganggapnya begitu. Perlu proses panjang untuk mendapatkan hatinya.

Sebentar lagi pria oriental itu akan segera menikah. Membalik status singlenya. Mengakhiri kesendiriannya.

Bahagiakah ia? Tentu saja. Setelah lama bertahan dalam kesendirian, akhirnya ia menemukan belahan jiwa. Namun, sejumput kecemasan merayap pelan di hati kecilnya. Cemas mengira-ngira berbagai kemungkinan terburuk.

Calon istrinya terlalu picky. Bagaimana bila nanti setelah menikah dia masih membanding-bandingkan Calvin dengan pria-pria lain di masa lalunya? Bagaimana bila ia tak bisa menerima Calvin sepenuh hati? Bayangan ketakutan berkejaran tanpa henti.

Jemarinya bergetar. Kedua tangannya terasa dingin. Hatinya dibanjiri kekhawatiran. Calvin tertunduk dalam, rindu bercampur khawatir. Risikonya menikahi wanita picky yang berkali-kali pernah patah hati.

Pintu balkon bergeser terbuka. Seorang wanita paruh baya dengan rambut digelung ketat melangkah masuk. Terpaku menatap tuan mudanya.

"Tuan...Tuan baik-baik saja?" tanyanya cemas.

Refleks Calvin menengadah. Tenggelam dalam lamunaan membuatnya tak menyadari kehadiran asisten rumah tangga baik hati dan loyal ini. Bagaimana tidak loyal, ia sudah bekerja untuk keluarga besar sejak Calvin belum lahir.

"Saya baik-baik saja," jawab Calvin lirih.

"Wajah Tuan pucat sekali. Sakitnya kambuh lagi? Apa perlu saya panggilkan salah satu supir keluarga yang masih bangun untuk mengantar Tuan ke rumah sakit?"

"Tidak, tidak. Saya tidak sakit." Calvin berkata, lembut menenangkan.

Calvin tinggal sendirian di rumah besar itu. Beberapa supir dan asisten rumah tangga tak pernah jauh dari jangkauannya bila dibutuhkan. Tinggal sendirian di rumah yang sangat besar terkadang menciptakan rasa kesepian mendalam. Sepi, sendiri, gloomy.

"Baiklah. Saya tinggal dulu ya, Tuan. Oh iya, ini ada titipan dari calon Nyonya."

Senyum merekah di wajah tampan Calvin begitu menerima kotak kecil berwarna biru-keperakan. Sejurus kemudian ia beranjak kembali ke kamarnya. Naik ke tempat tidur, berbaring, lalu membuka kotak itu.

**       


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun