"Kak Calvin...nekat banget sih! Harusnya Kakak istirahat aja!" Syifa memprotes, memukul-mukul pelan lengan kakak sulungnya.
Mendengar protes si bungsu, Calvin tertawa kecil. Mengelus rambut adiknya. Di belakang mereka, Adica bertelekan pingggang dengan gaya angkuhnya. Mendelik marah, jengkel setengah mati dengan Calvin.
"Bisa nggak sih...sehari aja, kamu jangan bandel?" geram Adica.
"Maaf Adica...tapi meeting hari ini sangat penting."
"Kan ada aku dan Syifa. Kami bisa handel semuanya. Kamu istirahat saja di rumah. Minum obat teratur, jangan tidur terlalu malam, nulis, manjakan Silvi, atau apalah. Jangan ke kantor dulu. Lihat hasil kemo kemarin, kan?"
Syifa melepas pelukannya. Bergeser sedikit, lalu menginjak kaki Adica dengan high heelsnya. Refleks si anak tengah berteriak kesakitan.
"Syifa, kamu apa-apaan sih!" Adica membentak Syifa.
Seringai kecil bermain di bibir Syifa. "Biar Kakak diam. Jangan rusak suasana dong. Kak Calvin kan pekerja keras. Pengusaha sukses dan keren. Nggak kayak Kakak...bisnisnya setengah-setengah."
"Syifa Ann, awas kamu ya!"
Seperti biasa. Selalu saja begini. Calvin tersenyum-senyum saja, sementara Syifa berlindung di pelukannya lagi, takut Adica akan membalasnya.
** Â Â Â