Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Selembar Catatan Hati, 2 Hari Setelah Peringatan Hari Guru

27 November 2017   05:53 Diperbarui: 27 November 2017   06:45 1148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kan kukenang selamanya

Jasamu guruku

Ikhlas kauberi bakti pada negeri

Membina tunas penerus

Pada semua guru

Engkaulah pahlawan bangsa

Anggota paduan suara bernyanyi sepenuh hati. Membawakan lagu bertempo slow dengan lembut. Lagu itu dinyanyikan dengan anggun dan cantik, sesuai instruksi vocal koach sehari sebelumnya. Lima jenis suara dengan ambitus yang berbeda-beda menyatu dalam harmoni yang indah. Tenor, bass, alto, mezosopran, dan sopran menyanyi bersama. Menyatu, berpadu, dalam satu lagu yang khusus dipersembahkan untuk para guru di sekolah yang lumayan favorit di kota kembang.

Di antara anggota paduan suara, tak sedikit yang meneteskan air mata sambil bernyanyi. Terbawa dalam lirik-lirik lagu yang dinyanyikan. Salah satunya Young Lady yang kini telah lulus dari sekolah itu dan kini menjadi Kompasianer di sela-sela kegiatan akademisnya.

Para guru ikut menangis. Begitu pula sejumlah murid yang bukan anggota paduan suara. Tak sia-sia paduan suara dispen beberapa hari terakhir untuk latihan. Berjam-jam menyanyikan lagu yang sama. Mengejar kesempurnaan tampil di depan para guru dan civitas academica lainnya. Bolos secara resmi dari pelajaran demi mensukseskan momen peringatan hari guru di sekolah tercinta. Bukti kecintaan pada guru dan almamater.

Lagu itu dinyanyikan dengan lembut dan penuh penghayatan. Di paduan suara, kami diajari untuk bernyanyi dengan lembut. Tidak boleh mendominasi, tidak boleh egois saat membawakan sebuah lagu. Menyanyi dengan lembut, tapi penuh kekuatan. Itulah paduan suara.

Kejadian itu sekitar 2 tahun lalu. Kini saya sudah lulus dari sekolah dan melanjutkan studi ke universitas. Meski demikian, saya masih setia dengan almamater. Beberapa kali saya datang ke sana untuk memberikan materi terkait Latihan Kepemimpinan OSIS dan Latihan Kepemimpinan MPK bersama sejumlah alumni lainnya yang masih setia. Para guru pun selalu menyambut hangat tiap kali saya datang. Memeluk, mencium, dan membelai pipi saya. Sambutan mereka tetap hangat dan penuh kasih. Mereka layaknya orang tua kedua, ketiga, keempat, dan kesekian yang saya miliki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun