Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[RTC] Kuharap Aku Belum Terlambat

5 November 2017   06:13 Diperbarui: 5 November 2017   08:01 1006
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tuan Halim menepuk lembut punggungnya. Merangkulnya dengan sikap fatherly. Sorot kehangatan terpancar jelas di matanya.

"Be strong, Calvin. Papa yakin, ini hanya sementara. Asalkan kamu disiplin menjalani terapi, menuruti saran dokter, dan banyak berdoa, insya Allah kamu akan sembuh."

Kata-kata Tuan Halim begitu lembut. Ia memotivasi anaknya. Meyakinkan bahwa Carcinoma cerebellum dapat dilawan dengan doa dan pengobatan medis. Sayangnya, Calvin tak yakin. Ia selalu merasa dirinya akan meninggal sebentar lagi.

"Mama tidak sembuh. Pada akhirnya Mama meninggal," ungkap Calvin dingin.

"Papa percaya, kamu jauh lebih kuat dari Mama. Bukan berarti Mamamu tidak kuat dan tegar, tapi..."

"Sudahlah. Cepat atau lambat, aku akan meninggal karena kanker otak. Sudah jelas." sela Calvin.

Tuan Halim menatap anaknya masygul. Ikhlaskah dirinya bila harus kehilangan lagi untuk kedua kali? Sudah ditinggal istri, haruskah ia ditinggal anak satu-satunya? Entah bagaimana jadinya bila hal itu sampai terjadi.

"Jangan khawatirkan hal yang belum pasti. Sekarang, lebih baik kamu siap-siap. Lalu turun ke bawah. Pestanya sebentar lagi dimulai." kata Tuan Halim setelah terdiam sejenak.

Calvin menurut. Bangkit dari sofa, melangkah pelan meninggalkan balkon. Sedikit kehilangan keseimbangan saat berada di dekat pintu. Akhir-akhir ini, sistem koordinasinya terganggu. Vitalitasnya menurun drastis. Tiga kali sesi kemoterapi dan radiasi tak membawa progres. Justru menambah dosis kesakitan di tubuhnya. Hebatnya, Calvin masih bisa bekerja di perusahaan keluarga dan menulis artikel setiap hari untuk media jurnalisme warga tempatnya menjadi kontributor. 

Sebagai calon penerus perusahaan, Calvin menempati kedudukan tinggi di sana. Tuan Halim mempersiapkan anak tunggal super tampannya itu untuk menjadi penerus perusahaan menggantikan dirinya. Sedangkan kegiatan menulis, Calvin jadikan sebagai salah satu terapi penyembuhan. Dengan menulis, ia bisa berbagi dan belajar. Bahkan berkorespondensi dengan blogger hebat lainnya.

Dokter spesialis Onkologi yang menanganinya pun menyarankan hal yang sama. Menjadikan menulis sebagai terapi penyembuhan. Praktis, sukseslah Calvin Wan menjadi blogger terkenal. One day one article setiap hari. Konsisten menulis artikel-artikel bertema ekonomi, politik, dan humaniora. Blogger tampan yang dipuja banyak blogger wanita. Blogger super tampan yang membuat iri para blogger pria karena konsistensi dan daya pikatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun