Seperempat jam kemudian, mereka memulai shalat. Cukup di mushala kecil di antara balkon dan perpustakaan. Tuan Calvin menjadi Imam. Clara dan Reinhart menjadi makmum. Khusyuk menunaikan shalat di tengah rasa dingin yang tersisa. Meski masih kecil, Clara dan Reinhart punya kesadaran dan semangat beribadah yang bagus.
Usai shalat, Tuan Calvin membawa Reinhart kembali ke kamarnya. Membantunya mandi dan berpakaian. Menyiapkan buku-buku dan peralatan sekolahnya. Memastikan Reinhart telah mengerjakan semua PR-nya dengan benar.
Tuan Calvin menikmati perannya. Sudah beberapa hari Reinhart menginap di rumahnya. Praktis ia harus mengurus dua anak. Satu anak laki-laki, satu anak perempuan. Bukannya kesusahan, Tuan Calvin justru senang. Inilah yang diharapkannya. Mengurus anak lelaki dan perempuan, mengajari mereka, dan melewatkan waktu bersama mereka.
Setelah semuanya siap, Reinhart dan Tuan Calvin turun ke lantai bawah. Menuruni satu demi satu anak tangga, Reinhart tak hentinya bicara. Ia mengaku senang tinggal di sini. Ia serasa memiliki keluarga lengkap. Ayah yang selalu ada, juga anak perempuan seusianya yang dianggap sebagai teman sekaligus saudara. Sama seperti Clara, Reinhart juga anak tunggal.
"Lho, di rumah kan ada Papi Wahyu." Tuan Calvin tersenyum kecil menanggapi cerita Reinhart.
"Papi jarang di rumah. Pagi-pagi udah pergi, trus pulangnya malam. Papi sering naik pesawat. Baru pulang beberapa hari kemudian. Kata Bi Salma, Papi sibuk."
Ya, Wahyu mempunyai kesibukan yang cukup padat. Sering kali ia melakukan perjalanan bisnis. Alhasil waktunya untuk keluarga berkurang. Sampai-sampai Reinhart curhat seperti itu pada Tuan Calvin.
Tiba di ruang makan, Clara telah menunggu. Nasi goreng omelet dan susu coklat tersaji di meja. Mereka bertiga sarapan bersama. Mulai terbiasa dengan rutinitas itu. Bangku yang biasa ditempati Nyonya Calisa kini jadi tempat Reinhart.
Harus berbagi perhatian dan kasih sayang Ayahnya tak membuat Clara cemburu. Ia mau berbagi dengan Reinhart. Clara tetaplah Clara. Selalu manja pada Tuan Calvin walau sebenarnya ia telah mandiri.
"Suapin, Ayah. Sekali...aja." pinta Clara.
Tanpa ragu, Tuan Calvin menyuapi Clara. Si gadis kecil menerima suapan Ayahnya, mengunyah dan menelan makanannya dengan senang.