"Bunda, ceritakan tentang Ayah." Clara memeluk manja wanita cantik itu. Mengeluarkan jurus terbaiknya untuk menaklukkan hati orang lain: puppy eyes, suara lembut, dan wajah innocent.
Sang Bunda tersenyum. Lembut mengelus pipi Clara.
"Ayahmu pria yang baik, sabar, dan rendah hati. Dia selalu ada...dan hatinya lembut. Ayahmu orang baik, Sayang."
Clara mengangguk setuju. Ia pun sangat mengagumi Ayahnya.
"Ayah juga berhati lembut. Ia tak segan memberi pujian pada orang lain. Bunda beruntung bisa mengenal Ayahmu."
"Clara juga beruntung bisa jadi anaknya Ayah Calvin."
Obrolan ringan menjelang tidur mengantarkan sang Bunda cantik dalam kenangan.
"Tapi Ayahmu sangat tertutup dan sulit ditebak."
** Â Â Â
Calvin dan Calisa di masa lalu. Dua sahabat yang saling memahami dan menyayangi satu sama lain. Bukan hanya sahabat, mereka pun sudah seperti saudara. Sejak awal, Calvin dan Calisa sudah sepakat untuk saling menganggap seperti kakak dan adik.
Pagi itu, Calisa menunjukkan rekaman hasil take voice iklan radionya pada Calvin. Beberapa tahun sebelum menikah, Calisa sempat terjun ke dunia broadcasting dengan menjadi penyiar radio. Gadis cantik berdarah Sunda-Belanda itu tak hanya suka menulis. Ia pun suka bersiaran. Saat siaran adalah saat kebebasan untuk berekspresi, begitu pendapatnya.