Penyanyi pop nan romantis seperti Afgan yang tak lain favorit saya itu pun pernah membawakan lagu-lagu bernafas Islami. Jangankan penyanyi setenar Afgan, almarhum Ustadz Jefri Al Buchori yang dikenal sebagai Ustadz gaul itu menjadikan musik sebagai dakwah. Kompasianer tahu film La Tahzan? Soundtracknya yang berjudul Bidadari Surga, dinyanyikan oleh almarhum Ustadz Jefri.
Sebenarnya, musik bisa memberikan manfaat positif bagi pendengarnya. Apa lagi bila tujuannya untuk berdakwah dan menyebar kebaikan. Namun makna kebaikan itu bisa tergeser bila musik hanya digunakan sebagai sarana untuk mencari keuntungan.
Boleh saja para pengelola retail memutar musik religi selama bulan Ramadan. Sebelum melakukannya, pastikan dulu untuk apa memasang musik religi. Apakah untuk memberi atmosfer baru bagi para konsumen? Mempengaruhi psikologis konsumen? Menebar nilai agama dan kebaikan untuk konsumen? Atau sekedar mengikuti trendsetter dan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya? Bila tujuannya sudah pasti baik, lakukan saja. Tapi bila tujuannya sebatas nilai komersial, sebaiknya jangan dilakukan. Bisnis bukan hanya berorientasi pada untung dan rugi, melainkan juga pada surga dan neraka. Bisnis yang hanya mengejar keuntungan tanpa mempedulikan aspek sosial dan religiositas tidak akan sempurna.
Ingin mendapat keuntungan wajar saja. Yang perlu diingat, jangan sampai keinginan mendapatkan keuntungan membuat para pelaku bisnis retail menjual nilai agama. Agama bukan barang yang bisa diperjual-belikan. Bulan suci Ramadan bukan dimanfaatkan untuk mencari uang sebanyak mungkin. Justru harus digunakan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan dan beribadah. Banyak beramal, menyenangkan hati orang lain, berbagi, dan berbagai aktivitas positif lainnya.
So, cermati dulu motifnya sebelum memutar musik religi di restoran, cafe, supermarket, dan mall. Apakah motifnya murni berdakwah dan menyampaikan kebaikan atau sekedar mengejar keuntungan?