Tidak bisa dikatakan piknik ke Jogja ketika belum menginjakkan kaki di kawasan 0 kilometer. Tak hanya soal sarana "nonton sunset" di tengah kota, tetapi juga ragam bangunan bersejarah di sekitarnya. Pun sajian lengkap keramaian plural pengunjung.
Kalau aku sendiri menyukai kawasan ini dengan beberapa alasan. Pertama, tempat berkaca paling jernih. Hmm jadi di titik pusat provinsi Yogyakarta ini kita akan menemui segala tingkah laku manusia. Mulai yang suka marah di tempat umum, peduli sesama, hingga individualis. Bagi kami anak IPS pasti bisa belajar memperbaiki karakter berdasarkan realita yang ada.
Kedua, wisata macet andalan. Tak bisa dipungkiri bahwa titik 0 kilometer selalu padat oleh arus kendaraan. Bagi sebagian besar orang, macet itu bikin panas hati, ingin rasanya memaki keadaan. Tapi bagaimana jika macetnya di pusat destinasi wisata? Ya bisa jadi tetep ngeselin, bisa jadi ada pandangan lain. Menarik dan asyik.
For example ya di titik nol ini, bermacet ria justru membawa kita pada kebahagiaan. Terlebih untuk penggemar cagar budaya dan bangunan eksotis. Ada gedung Bank Indonesia, kantor pos besar Yogyakarta, gedung bank BNI, gedung agung, hingga benteng Vredeburg.
Ketiga, tentu banyak spot fotonya. Mulai dari bangunan, pedestrian, hingga kursi outdoor yang tersedia. Nah tak jarang bisa mengabadikan momen sunset juga di sini.
Beberapa waktu lalu, aku dan teman-teman Kompasianer Jogja mengikuti kelas heritage di kawasan 0 kilometer. Kami dipandu oleh Mbak Yulia Sujarwo, guide asal Jogja. Beliau memberi informasi menarik seputar sejarah kawasan jantung kota tersebut.
Kawasan Titik Nol Masa Lampau
FYI, titik nol kilometer sudah menjadi kiblat peradaban sejak zaman dahulu. Bahkan dulunya ada kolam air mancur di tengah persimpangan besar tersebut. Lokasinya memang strategis di pusat kota. Pusat ekonomi dan pemerintahan berada di kawasan ini.
Sejak abad 18 titik nol kilometer menjadi saksi perjuangan bangsa. Mulai dari perang Geger Spoy hingga Agresi Militer Belanda. Tak heran jika dulu ada taman nan indah dan perumahan warga Belanda.
Menyapu sisi timur, nampak gedung Bank Indonesia yang dirancang oleh Hulswitt dan Cuypers. Bangunan berwarna putih ini didirikan tahun 1879. Di sebelah baratnya ada Kantor Pos besar. Fungsi sarana komunikasi masih berlangsung hingga saat ini. Meski kini tak ada lagi telepon umum, hanya perantara surat-menyurat dan pengiriman barang.