Mohon tunggu...
latifah _
latifah _ Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Menghapus Kelamnya Otoriter

13 April 2015   08:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:11 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ditengah hiruk pikuk peryaan hari HAM yang jatuh pada 10 Desember lalu,banyak para masyarakat dan mahasiswa yang melakukan aksi turunke jalan untuk menuntut keadilan atas berbagai kasus pelanggaran HAM masa lalu yang belum terselesaikan sampai sekarang.Mereka turun ke jalan untuk menyuarakanberbagai keadilan yang masih samar-samar di negara yang terkenal dengan sistem demokrasinya.

Apalagi sebelum perayaan hari HAM, publik dikejutkan dengan berita bebasnya Pollycarpus Budihari Priyanto, terpidana kasustewasnya pejuang HAM, Muniryang dinyatakan bebas bersyarat setelah menjalani 2/3 masa hukumannya.

Memang dewasa ini bangsa Indonesia masih berada dalam masa transisi dari rezim otoriter menuju rezim demokrasi. Memang sulit rasanya menghilangkan aroma rezim otoriter yang hampir 32 tahun menguasai Indonesia. Namun inilah tantangan yang harus dibuktikan oleh penguasa Indonesia saat ini untuk menerapkan demokrasi seutuhnya.

Penegakan HAM sangat bergantung pada kualitas demokrasi yang sedang dijalankan. Apalagi pemimpin negara merupakan tonggak dalam menentukan berbagai kebijakan dalam suatu negara. Presiden merupakan aktor penting dalam pelaksanaan HAM dan demokrasi. Seorang pemimpin haruslah mempunyai komitmen untuk menjunjungHAM dan demokrasi kearah yang lebih baik, dan bukan untuk menghancurkan HAM dan memerosotkan demokrasi.

Sementara itu berbagai kasus pelanggaran HAM masa lalu merupakan harga yang harus dibayar mahal oleh Indonesia untukmeraih demokrasi. Penuntasan kasus pelanggaran HAM bukan semata-mata untuk menegakan keadilan dan demokrasi semata, tapi menjadi tahapan penting bagi masa depan HAM dan demokrasi di Indonesia.

Perubahan politik pada 1998 membawa perubahan dalam pengaturan Komnas HAM di Indonesia yang berawal dari dasar Keppres Nomor 50 Tahun 1993 diperkuat bersamaan lahirnya UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan juga Komnas HAM sebagai lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pamantauan dan mediasi HAM. Meski secara hukum lebih kuat, Komnas HAM seringkali mendapat banyak sorotan dan diangap tidak independen karena proses seleksi komisioner sarat dengan kepentingan politik serta orang-orang yang menjadi kandidat komisioner tidak memiliki latar belakang pengetahuan dan pemahaman HAM yang luas.

Kecurangan sistemik menjadi penanda pesimisnyaberbagai pihak atas keculasan yang terjadi, dampaknya demokrasi dipertanyakan masa depannya untuk mengubah pada perbaikan keadaan politik Indonesia. Di dalam situasi demokrasi mengalami kemandegan, dalam konfigurasi politik itulah, maka momentum pemilihan presiden menjadi salah satu pertaruhan yang tidak bisa diabaikan.

Beberapa waktu lalu memang Deputi Tim Transisi Andi Widjajanto mengatakan pemerintahan presiden Jokowi akan memberikan perhatian yang khusus pada penyelesaianpelanggaran HAM masa lalu. Penyelesaian akan dilakukan baik melalui cara yudisial atau pengadilan HAM, maupun non yudisial. Tentunya ini sedikit memberi angin segar pada keluarga korban pelanggaran HAM masa lalu yang masih haus akan keadilan yang realistis.

Namun pada keyataannya penyelesaian kasus itu belum juga dimulai. Ini semakin menyurutkan pandangan publik bahwa Indonesia sedang menuju proses demokrasi yang sesungguhnya. Tapi publik terus berjuang menuntut keadilan bagi para korban pelanggaran HAM masa lalu yang masih dihantui oleh bayang-bayang kelam rezim otoriter.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun