Mohon tunggu...
khoiratul latifah
khoiratul latifah Mohon Tunggu... -

Resimen Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Fase-fase Perkembangan Ilmu Antropologi

2 April 2014   17:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:10 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Fase Pertama (Sebelum 1800)

Suku-suku bangsa penduduk pribumi Afrika, Asia, dan Amerika mulai didatangi oleh orang Eropa Barat sejak ahir abad ke-15 dan permulaan abad ke-16 sehingga berbabagi daerah di muka bumi mulai terkena pengaruh negara-negara Erpa Barat. Bersamaan dengan itu, mulai terkumpul himpunan besar dari buku-buku kisah perjalanan, laporan, dan sebagainya. Bahan deskripsi yang menarik bagi orang Eropa karena semuanya itu tentu sangat berbeda dari adat-istiadat, susunan masyarakat, ciri-ciri fisik bangsa-bangsa Eropa Barat.

Oleh karena keanahean tersebut, maka bahan etnografi tadi membuat kalangan terpelajar di Eropa Barat tertarik sejak abad ke-18. Kemudian dalam pandangan orang Eropa timbul tiga macam sikap yang bertentangan terhadap bangsa-bangsa di Afrika, Asia, Oseania, dan orang-orang Indian di Amerika tadi, yaitu:


  1. Bangsa di luar Eropa bukan manusia. Mereka menganggap bangsa di liar Eropa bersifat liar atau turunan iblis (savages) serta liar.
  2. Bangsa di luar Eropa adalah masyarakat murni. Mereka beranggapan bahwa bangsa di luar bangsa mereka mempunyai karakteristik yang cenderung merusak alam.
  3. Sebagian orang Eropa tertarik akan adat-istiadat yang aneh, dan mulai mengumpulkan benda-benda kebudayaan dari suku-suku di liar Eropa yang dianggapp ‘primitif’ dan di simpan di museum Ethnografi pertama di Kompenhagen yang didirikan oleh CJ. Thomaen.

Fase Kedua (Sekitar Pertengahan Abad ke-19)

Integrasi yang sungguh-sungguh baru timbul pada pertengahan abad ke-19, ketika timbul karangan-karangan yang menyusun bahan etnografi tersebut berdasarkan cara berpikir evoluis masyarakat. Secara singkat, cara berpikir itu dapat dirumuskan sebagai berikut: Masyarakat dan kebudayaan manusia telah berevolusi dengan sangat lambat dalam satu jangka waktu beribu-ribu tahun lamanya, dati tingkat yang rendah, melalui beberapa tingkat antara, sampai tingkat-tingkat tertinggi. Pada fase ini antropologi lahir sebagai ilmu akademikal yang sistematis. Namun antropologi hanya dipelajari di universitas-universitas saja. Selain itu, antropologi pada fase ini bersifat murni, maksutnya hanya untuk memahami saja tanpa ada tujuan praktis.

Fase Ketiga (Permulaan Abad ke-20)

Pada permulaan abad ke-20, bangsa Eropa telah berada pada puncak kolonialismenya. Sebagian besar dari negara-negara penjajah di Eropa masing-masing berhasil untuk mencapai kemantapan kekuasaannya di daerah-daerah jajahan di luar Eropa. Sehingga bangsa Eropa dituntut untuk mendapatkan pengertian tentang manusia dan masyarakat yang kompleks dan hal ini dipelajari juga di antropologi. Hal ini membuat bangsa Eropa harus berhadapan dengan bangsa jajahan atau pribumi sehingga mau tidak mau ia harus mempelajari dan memahami segala sesuatu yang ada di sana termasuk kebudayaannya. Sehingga pada permulaan abad ke-20, antropologi bukan hanya bertujuan akademis saja tetapi juga bertujuan praktis. Karena sangat mustahil bangsa Eropa mampu mengatur warga pribumi tanpa mempelajari seluk-beluk kehidupan mereka.

Fase keeampat (Sesudah Kira-kira 1930)

Dalam fase ini ilmu antropologi mengalami masa perkembangannya yang paling luas, baik mengenai bertambahnya bahan pengetahuan yang jauh lebih diteliti, maupun mengenai ketajaman dari metode-metode ilmiahnya. Sebenarnya hal ini dilatarbelakangi oleh:


  1. Timbulnya antipati terhadap kolonialisme sesudah Perang Dunia II,
  2. Cepat hilangnya bangsa-bangsa primitif (yaitu bangsa-bangsa asli dan terpencil dari pengaruh kebudayaan Eropa-Amerika) yang sekitar tahun 1930-an mulai hilang, dan sesudah Perang Dunia II memang hampir tidak ada lagi di muka bumi ini.

Pada fase ini muncul konsep baru tentang tujuan mempelajari antropologi. Tujuan akademikal mempelajari antropologi adalah untuk mencapai pengertian tentang makhluk manusia pada umumnya dengan mempelajari anekawarna bentuk fisiknya, masyarakat, serta kebudayaannya. Karena di dalam praktek ilmu antropologi biasanya mempelajari masyarakat suku-bangsa, maka tujuan praktisnya adalah mempelajari manusia dalam anekawarna masyarakat suku-bangsa guna membangun masyarakat suku-bangsa itu.

Sumber:

Koentjaraningrat. (1990). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun