Mohon tunggu...
umi latifa
umi latifa Mohon Tunggu... Wiraswasta - ibu rumahtangga

cinta tanah air cinta damai "gugus pulau di Indonesia memberikan kekayaan bahari, upayakan untuk bisa diberdayakan dan dijaga bersama, jangan sampai dicuri"

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tanpa GBHN, Tanpa Repelita & KB

1 November 2009   19:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:28 846
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam waktu singkat menyusun UUD 45. Patut kita syukuri saat ini kita memiliki sangat banyak cendekiawan dan kemajuan pembangunan sangat pesat. Pada masa Orde Baru ada GBHN, REPELITA dan KB, tapi sekarang hal itu sudah tidak terdengar lagi. Saya kurang paham politik maka yang gampang saja soal KB (keluarga berencana) sekarang ini dibanding saat ada GBHN dan REPELITA, saat itu KB terprogram dengan cukup baik, sampai-sampai gambar '2 anak cukup' dicetak pada coin Rp.5,-. Sekarang karena sepertinya tidak ada program KB, sangat banyak anak usia dibawah 10 tahun, sekarang orang hanya tahu KB identik dengan media pencegah kehamilan, walau tidak menggunakan data kependudukan tapi dengan melihat bila ke tempat rekreasi umum atau saat nonton pawai peringatan 17 agustus, anak usia tersebut sangat banyak.  Pertumbuhan penduduk seperti sekarang ini dapatkah diperkirakan jumlah penduduk Indonesia tahun 2025 ? Menurut pemikiran saya dengan transpotasi dan komunikasi semakin baik seperti saat ini menjadikan pertumbuhan penduduk berkembang luar biasa, yang berdampak sangat buruk dikemudian hari. Saya hanya berpikir bila pertumbuhan penduduk tanpa KB akan berkembang begitu dasyat, bagaimanakah pemerintahan mendatang tanpa GBHN dan REPELITA (atau yang sepadan), karena seperti kita alami bersama, setelah reformasi banyak sekali hal yang kisruh. Mohon maaf bila yang saya sampaikan terlalu dangkal, tapi saya yakin pembaca paham maksud dari tulisan ini, terima kasih

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun