Mohon tunggu...
Latifa Mustafida
Latifa Mustafida Mohon Tunggu... -

tulisan hanyalah tulisan. tak selalu kenyataan. \r\nhttp://www.latifa-mf.blogspot.com\r\n\r\n@latifamstfda

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

They Call... Islam

18 Oktober 2013   10:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:22 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika MU (Muhammadiyah) terkenal sebagai paham yang tidak memasukkan doa qunud dalam solat subuh, tidak melaksanakan tahlil dan ziarah kubur dalam praktek sehari-hari, yang bagi sebagian orang dianggap bid’ah. Maka disini hal tersebut tidak berlaku lagi jadi patokan. Di salah satu desa di kecamatan panggang gunung kidul, benar-benar terjadi hal yang di luar kebiasaan tentang keyakinan golongan ini. Jika saya selalu berpendapat bahwa perbedaan yang paling kentara dari Muhammadiyah dan NU adalah soal jumlah solat tarawih yang berbeda, bacaan solat dan qunut, penggunaan bedug, atau sesepele tentang NU yang banyak memiliki pesantren – sementara MU memiliki segudang asset sekolah swasta dan yayasan. Maka di daerah tersebut, dapat ditemui hal yang lain dari biasanya. Memang, dalam solat subuh mereka tidak menyertakan doa qunud. Dalam pelaksanaan solat tarawih mereka juga hanya melaksanakannya dengan jumlah rakaat 11 dengan system 4-4-3. Ini jelas menunjukkan perbedaan signifikan antara apa yang biasa saya lakukan dengan apa yang terjadi disana. Tapi no Problem, asal masih melaksanakan apa yang diperintahkan. Itu bukan sebuah dosa. Tapi pada saat menginjak bulansyawal dan pelaksanaan lomba agustusan. Salah seorang dari warga daerah tersebut meninggal dunia. Bagi sebagian orang hal tersebut wajar, dan jelas bukan kematiannya yang akan saya bahas disini. Tapi soal perihal perayaan setelah kematian. Jika sebagian orang menganggap tahlilan atau ziarah kubur adalah hal bid’ah, atau tidak ada dalam dalil atau hadist. Disana, dengan basic orang MU di sebagian masyarakatnya, 40 hari penuh diadakantahlilan, dan bacaan tersebut merupakan bacaan yang sama (mungkin hanya beberapa dihilangkan dan dimodifikasi). Dan yang terbersit di benak saya adalah "Heeei, kita ternyata benar-benar saudara. Kita tidak berbeda" Hal lain lagi, di saat kami datang kesana dan langsung memperkenalkan budaya “terbangan-rebanaan” mereka menyambutnya dengan suka cita. Yang ya, seni budaya ini terkenal mengakar kuat pada golongan satunya lagi. Saya piker, perbedaan yang mengemuka diantara masyarakat hanyalah provokasi yang dilakukan sebagian orang untuk menunjukkan siapa yang memiliki taring dan siapa yang tidak. Buktinya, semua patokan dua golongan tadi tidak berlaku disini. Mereka, masyarakat dusun tersebut, mengambil hal yang baik dari tiap golongan – dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Masih disebut bid’ah? Bayangkan jika seseorang yang meninggal lantas setelahnya tidak diadakan acara apapun. Tidak menangiskah si mayit karena tidak didoakan sanak saudara? Atau hal yang lebih kecil lagi adalah, untuk ikut menemani keluarga yang berduka. Tidak ada dalam hadist atau dalil? Ah, itu hanya alasan saja. Penafsiran suatu hadist atau dalil tentu tidak secara apa yang tersirat saja. Bagi saya, budaya untuk ingat mati – belajar dari orang yang meninggal – menyolati yang mati – dan berkunjung untuk meringankan beban adalah bukti bahwa suatu saat nanti kita juga akan berada disana, dan untuk belajar mengingat mati kita wajib menghormati si mayit atau keluarga mayit. Salah satu caranya? Ya dengan mendoakan. Ya dengan takziah. Ya dengan tahlilan. Perbedaan yang dibesar-besarkan hanyalah salah satu cara memperkeruh persaudaraan umat islam. Padahal kita dapat selalu belajar dari golongan yang satu dengan yang lain. Mengambil apa yang baik, dan membuang apa yang buruk. its simple. perbedaan memang sunnah kehidupan. Hanya karena yang satu tidak melakukan apa yang kita lakukan, tidak lantas mereka bukanlah saudara seiman .

Maka, sebenarnya nama apa yang pantas untuk mereka? Anda tahu jawabannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun