Telah lupa aku berapa lama sejak itu
Sejak kaki ini menari indah di atas hamparan sajadah di setiap barisan
Sejak mulut tak mau berhenti berseloroh pada tiap rakaat dan selalu tak peduli
Pun acuh pada tangan yang senantiasa menahan, mencegahku berlarian
Kakiku terus melangkah hingga mimbar pun kujelajah
Terus, acuh pada semua kalimat ayah
Lanjut, tak kuhirau mulut ibu yang mengerucut
Ketika ibu berdiri dari salatnya yang terpaksa berhenti
Aku semakin lari dan tak peduli
Kencang membawa botol susu dalam genggaman
Jauh, hingga sampai lagi ke mimbar
Aku berdengung di atas mimbar, melihat ibu dan ayah dalam barisan
Lalu ayah merayu, ibu tak henti bertutur padaku
Duduk dekat ibu, nak
Begitu ibu membujukku
Kukalungkan serban di pundakku, kuyakinkan hati
Lirih aku merapal doa
Doa untuk mereka
Ibu dan ayah
Bukan dengan segenggam botol susu aku kini
Tidak jua seloroh nyaring seperti saat kemarin
Sayang aku sadar
Saat kulantunkan ayat di atas mimbar
Ayah dan ibu telah sahaja di tempat yang berbeda
Solo, Agustus 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H