Mohon tunggu...
Lathifah Edib
Lathifah Edib Mohon Tunggu... Penulis - Editor

Perempuan nokturnal, suka keluyuran di jalanan, dan berburu bebek goreng.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Menikmati Ikan Wader di Desa Sendangagung

15 Oktober 2016   11:29 Diperbarui: 15 Oktober 2016   11:45 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Aku lahir dan besar di kota yang dikenal dengan julukan Kota Seribu Sungai. Kota Banjarmasin namanya. Sebagai orang Banjar, tentu familier dengan ikan-ikan sungai atau ikan tawar (iwak, kata orang Banjar). Ada iwak sapat (sepat), haruan (gabus), biawan, papuyu, kapar, puyau, saluang, tauman, baung, lais, sanggang, dan kawan-kawan.

Sekarang aku bekerja dan menetap di Yogyakarta. Sudah satu setengah tahun aku tinggal di Kota Gudeg ini. Sebenarnya ini bukan kali pertama aku tinggal di luar kampung halaman. Semasa kuliah tahun 2004-2008, aku juga tinggal di Probolinggo, Jawa Timur. Jadi, biasa saja sih jauh dari keluarga (meski tetap saja hidup penuh drama kerinduan. Jiaaah!).

Sebenarnya aku bukan orang yang sulit makan. Ke mana pun aku pergi, aku tidak terlalu repot soal makanan. Apa saja aku makan meski kadang ada juga makanan yang kurang sesuai selera. Tapi, kalau lapar mah santap teruuus. Begitu pun soal ikan. Ikan sungai, ikan laut, atau ikan tambak, ayo aja. Bedanya, hidup di Jogja tentu tidak seperti di Banjar yang bisa makan ikan sungai sesukanya (Ya, meski kadang ada juga sih satu musim yang langka ikan sungai).

Beberapa waktu lalu, aku dan teman-teman blogger berkunjung ke sebuah desa budaya di Minggir Sleman. Namanya Desa Sendangagung. Ternyata desa ini berbatasan dengan Kali Progo. Nah, di Kali Progo hiduplah seorang pangeran… eits, maksudnya hiduplah ikan bernama wader—nama yang agak sulit dieja oleh seorang cadel sepertiku.

Seperti apa penampakan wader? Ini dia ikan wader yang sudah digoreng.

Tekstur daging ikan wader ini lembut dan bertulang halus. Jadi, meski dagingnya enak banget, kamu harus hati-hati memakannya takut ketulangan. Nah, di Desa Sendangagung, ikan wader diolah sehingga konsumen tidak perlu takut lagi dengan tulang-tulang halus itu. Caranya dengan dipresto sehingga menghasilkan tulang yang lunak dan bisa dikunyah tanpa perlu dibuang. Wah, enak sekali pokoknya. Ada ikan wader yang presto bacem, ada juga yang presto goreng. Menikmati ikan wader di Sendangagung ini teringat satu jenis ikan yang sering aku makan di Banjarmasin. Namanya ikan puyau. Keduanya sama-sama ikan yang bertelur. Telurnya itu yang bikin sedap.

Kemarin kami diberi oleh-oleh oleh salah satu tokoh Desa Sendangagung. Oleh-oleh itu aku bawa ke kantor. Teman-teman kantor yang sedang asyik menikmati ikan wader bilang, “Lah, ikan wadernya gede-gede, ya. Di sini ikan wadernya kecil-kecil.” Rupanya di kawasan tempat aku tinggal dan bekerja, Banguntapan, Bantul, ikan wadernya kecil-kecil. Wah, berarti ikan wader di Kali Progo hidup dengan sejahtera, ya. :D

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun