Lathifah Fadjar Achmadi
Mahasiswa PPG Prajabatan Bahasa Indonesia
FKIP Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya
Semua orang bercita-cita memiliki dan berhak mendapatkan pendidikan yang tinggi. Dengan pendidkan yang tinggi, dapat diharapkan mendapatkan kehidupan yang lebih baik dari pekerjaan yang didapatkan dengan menggunakan sebuah gelar pendidikan yang telah diraih.Â
Namun nyatanya, tidak semua orang dapat berpendidikan tinggi dan memiliki kehidupan yang baik. Selain dari faktor ekonomi yang kurang, juga minat yang kurang mendukung.
Dalam hal ini, saya akan menceritakan bagaimana seorang ibu rumah tangga dengan gear pendidikan namun belum berkarir sesuai dengan bidang pendidikannya. Saya lulusan sebuah universitas swasta favorit kota kecil di Jawa Timur.Â
Saya kini telah menikah dan memiliki seorang anak. Sejak saya lulus, saya sudah mencoba untuk melamar pekerjaan sebagai guru honorer di banyak sekolah. Namun, hingga kini saya belum mendapatkan kesempatan. Dari hal inilah banyak ujaran kurang menyenangkan yang saya terima di beberapa kali kesempatan.
"Piye? Wes ngajar ning ngendi?" (bagaimana, sudah mengajar dimana?), "Wis PNS opo durung?" (sudah PNS apa belum?), "suwe-suwe leh kuliah, lulus kuliah gak dadi opo-opo"Â (lama menempuh kuliah, setelah lulus tak menjadi apapun), "rausah kuliah dhuwur-dhuwur, mengko ming dadi ibu rumah tangga" (tidak usah kuliah tinggi-tinggi, nanti cuma jadi ibu rumah tangga). kalimat semacam ini yang sering saya jumpai di berbagai kesempatan.Â
Bagi saya, saya sudah kenyang dengan kalimat-kalimat demikian. Prinsip saya, ocehan semacam ini adalah sebuah terapi semangat. Sehingga, dari berbagai kalimat yang kurang menyenangkan inilah, saya jadikan cambuk semnagat untuk menunjukkan bahwa ibu rumah tangga juga dapat berpendidikan tinggi dan berkarir baik layaknya orang-orang pada umumnya.
Meskipun sering dihakimi oleh banyak orang, saya tetap bersemangat dalam berupaya mewujudkan cita-cita dan selalu memiliki impian berpendidikan setinggi mungkin. 1x jatuh itu terlalu sering, 10x berhasil itu terlalu sedikit. sehingga, saya akan bangkit lebih kuat untuk dapat mewujudkan apa yang sudah saya cita-citakan sejak kecil untuk menjadi seorang guru Bahasa Indonesia. untuk membayar semua penghakiman orang lain, saya membulatkan tekad untuk meneruskan studi pendidikan.
Pada akhirnya, di tahun 2023, saya dapat meneruskan pendidikan lanjutan di program profesi guru yang diselenggarakan oleh pemerintah. Program profesi guru yang saya ikuti beasiswa penuh dari pemerintah dari awal hingga akhir. Kini saya menyandang status mahasiswa kembali untuk 1 tahun kedepan di sebuah universitas besar di Surabaya. Semoga kedepannya, program profesi guru ini dapat membawa saya kepada takdir yang lebih baik, dan dapat berkarir sebagaimana cita-cita yang saya impikan sejak lama.
Di era maju dan modern seperti sekarang, seharusnya setiap manusia dapat memanusiakan manusia satu dengan yang lain. semua manusia memiliki hak yang sama dalam berkehidupan di negara Indonesia. mulai hak hidup, hak bebas memeluk agama dan keyakinan, hal mendapatkan pendidikan yang sama, perilaku dan perlakuan yang sama. namun, hal-hal demikian masih saja dikesampingkan dan dalam ego masih menonjolkan hal-hal yang kurang pantas.
Perilaku dan pola pikir yang menganggap seorang wanita tidak berhak berkarir bagus, tidak perlu berpendidikan tinggi karena nantinya akan sia-sia. paradigma wanita harus dirumah dan jaga anak juga harus dihilangkan. jaman semakin berubah dan semakin maju. gender bukan lagi sebuah pengahalang bagi siapa saja yang ingin berpendidikan tinggi dan berkarir.Â
Ki Hajar Dewantara mengusahakan pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali. semua kalangan rakyat kini dapat meraih pendidian secara bebas dan luas. sehingga, hal-hal di atas sangat bertentangan dengan pernyataan ini. hal tersebut juga tidak mencerminkan bagaimana indentitas orang Indonesia yang saling menghomati, menghargai perbedaan dan berbudi pekerti luhur. sama sekali tidak tercermin nilai-niali positif yang di turunkan dari para leluhur bangsa Indonesia.
Dari kisah ini, dapat dipetik bahwasanya, tidak ada sekat gender dalam meraih pendidikan. wanita harus berpendidikan tinggi, karena selain ibu adalah pendidikan pertama anak, namun pendidikan tinggi juga akan mengantarkan wanita dapat berkarir dengan baik layaknya orang-orang pada umumnya. di dunia tidak ada hal yang tidak mungkin jika kita berusaha dan optimis.Â
Bagi semua ibu rumah tangga yang membaca artikel ini, kalahkan dunia dengan gebrakan semangat yang ada pada diri kalian. Tunjukkan pada dunia bahwa wanita juga berhak berpendidikan tinggi, dan dapat berkarir cemerlang sesuai dengan cita-cita tanpa meninggalkan identitas seorang istri dan seorang ibu. Salam semangat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H